Rabu, 31 Agustus 2016

Karma Circle part 10

Mari kita berhubungan sex."

****

Arthur beberapa kali tersenyum sendiri saat melihat helena yang begitu antusias mengeliling kota madrid. Matanya dua kali lipat lebih besar dari biasanya saat melihat toko toko makanan.

Yap. Hari ini hari senin yang begitu cerah. Arthur memutuskan memanfaatkan izin sakitnya untuk membawa istrinya berjalan jalan. Sudah hampir tiga minggu tapi helena belum pernah sedikitpun menginjakkan kaki kepusat kota madrid.

Walaupun helena tampak seperti wanita yang berani dan kuat ternyata ia bisa jadi penakut juga. Tangannya tak pernah lepas menggandeng tangan arthur. Bukan karna permintaan arthur tapi karna permintaannya sendiri.

"Aku takut kau tersesat." Alasan helena saat menggenggam tangan arthur yang meliriknya heran. Helena membuang muka saat arthur menatapnya intens.

Arthur tahu betul bahwa sebenarnya helena takut berada dikerumunan asing. Saat beberapa orang menyenggolnya karna jalan begitu ramai, ia semakin merapatkan tubuhnya ke arthur.

Apakah arthur mengeluh?

Tentu saja tidak. Dia lebih dari menyukai sentuhan kulit seperti ini. Bahkan dia lebih memilih mengaitkan jari jari mereka ketimbang hanya bergandeng tangan, dan dengan bangga memamerkan cincin perkawinan mereka kepada pria yang sibuk mengamati istrinya.

Arthur beberapa kali mendelik kesal pada pria yang mengomentari istrinya. Walalupun helena tidak mengerti tapi ia mengerti. Mereka membicarakan tubuh istrinya yang sekarang semakin berisi dibagian yang memang sudah berisi sebelumnya.

Jangankan tangan pria lain, tangannya sendiri sudah gatal ingin meremas tubuh istrinya. Setiap hawa nafsu muncul, arthur selalu berusaha berpikir mengenai hal lain. Undang-undang, pasal dan isi kontrak yang akan ditanda tangani helena.

"Sebentar lagi..." bisik arthur pada dirinya sendiri.

"Apa?" Tanya helena. Menatap arthur yang sibuk menggelengkan kepalanya.

"Hmm... taman.. ya, taman. Sebentar lagi kita sampai disana." Ujar arthur kelabakan menunjuk nunjuk kearah taman yang kini sudah terlihat.

Helena menyipit menatap arthur yang kini membuang muka dan sibuk berlagak menjadi tour guide. Matanya teralih saat melihat penjual ice cream didepan gerbang taman.

Arthur yang tidak sadar terus saja berjalan kemudian terhenti karna tarikan helena.

"Kenapa?" Tanya arthur heran melihat helena terdiam. Tiba tiba helena merapatkan tubuhnya ke arthur. Wajahnya terangkat menatap arthur.

Arthur beberapa kali mengedipkan matanya saat melihat puppy eyes helena. Jakunnya naik turun saat merasakan tubuh helena yang semakin rapat.

"Ap..apa?" Tanya arthur kelabakan.

"Ice cream. Aku mau itu." Bisik helena sembari menunjuk kearah sipenjual ice cream.

Arthur menghembuskan nafasnya. "Kau ingin rasa apa?"

"Coklat. Ah, tidak..tidak. vanila." Ucap helena. Arthur pun bergegas membeli ice cream kemudian kembali pada helena yang menunggunya.

"Ini." Arthur menyodorkan ice cream vanila ke helena yang mengernyit.

"Sebenarnya aku lebih suka rasa strawberry." Keluh helena.

"Terus ini bagaimana?" Tanya arthur mulai kesal.

"Untukmu saja. Aku tidak mau." Jawab helena acuh.

"Kau..."

"Artie... aku mau yang strawberry..." pinta helena kembali menggandeng lengan arthur. "Aku mau yang seperti itu artie." Pinta helena dengan suara manja, menunjuk seorang anak yang memegang ice cream strawberry.

Arthur hanya bisa membuang nafas dan kembali membeli ice cream untuk helena. Setelah itu mereka kembali berjalan kedalam taman. Helena berlari kecil menuju kolam. Arthur memilih duduk dikursi taman yang tidak jauh dari tepi kolam.

Tempat yang dipilihnya lumayan nyaman. Pohon pohon membuat taman itu menjadi rindang. Arthur duduk menghabiskan ice cream vanilanya. Mengamati helena yang bermain seperti anak kecil. Dia terkikik saat berlari menuju arthur.

"Ah... madrid sungguh indah." Ucapnya sembari duduk disebelah arthur. Ice creamnya mulai meleleh ditangan helena.

"Helena, Ice cream mu..." ujar arthur. Helena hanya bengong menatapnya. Sembari berdecak arthur dengan cepat menjilat ice cream helena yang akan semakin meleleh.

Helena terbelalak, jantungnya berdegup kencang menatap tingkah arthur. Lidahnya tanpa sengaja menyentuh pinggiran jari helena. Membuat tubuh helena seketika panas dingin.

"Jangan sampai meleleh lagi." Ucap arthur. Kembali menegakkan tubuhnya tak menyadari pipi helena yang bersemu.

Mata helena terus menatap bibir arthur yang sibuk menghabiskan ice cream vanilanya. entah kenapa gairah mulai menguasainya. Helena menjilat bibirnya sendiri.

"apa rasa vanila enak?" Tanya helena.

" hmm.. lumayan manis." Jawab arthur. "Kau mau coba?" Tanyanya saat melihat helena yang menggigit bibirnya. 

Helena mengangguk. "Tolong..." pinta helena menyodorkan ice creamnya untuk arthur pegang. Arthur mengambilnya kemudian menyodorkan ice crem vanilanya pada helena.

"Aku lebih memilih yang ini."

Kini arthur yang terkejut saat kedua tangan helena menangkup pipinya. Kemudian menciumnya. Lidah helena mengelus bibir arthur kemudian masuk merasai lidahnya.

Arthur hanya bisa terdiam saat ciuman helena semakin intens. Dia ingin membalas ciuman helena, menahan tubuh helena dan meneguk bibirnya habis habisan. Tapi kedua tangannya kini sibuk menjauhkan dua ice cream yang meleh dari tubuh helena.

Helana menggigit bibir bawah arthur saat mengakhiri ciumannya. "Hmmm.. vanila. Rasanya manis." Ucap helena sambil menjilat bibirnya sendiri, itu membuat gairah arthur semakin berkobar.

"Aku sudah tidak mau lagi artie."

"Apa?!"

"Kau yang habiskan semuanya. Jangan dibuang." Sahut helena.

gairah arthur seketika menghilang berganti dengan kekesalan. Dia menghabiskan dua ice cream sambil berdecak sedangkan helena hanya terkikik melihat eksperesi arthur.

***

Arthur kembali menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Helena kini tertidur disampingnya. Kepalanya bersandar di bahu kanan arthur. Kedua tangannya memeluk erat lengan arthur.

Arthur bukan mengeluh karna helena tertidur dibangku taman dan menjadikannya sebagai sandaran selama setengah jam. Yang dikeluhkannya adalah gairahnya yang belum tersalurkan.

Helena terus menggoda imannya sedari tadi. Yang menciumnya, menjilat bekas ice cream dijarinya, merapatkan tubuhnya dan kini lengan arthur berada di payudaranya. Kulit Arthur bisa merasakan kekenyalannya dan mulai membayangkan hal hal yang tidak pantas.

Tingkah helena membuatnya semakin frustrasi. Dia hanya berharap logikanya tidak kabur saat melawan keseksian helena sebelum mereka sampai rumah.

Setelah helena menanda tangani kontrak pernikahan mereka yang baru....

Dia akan melakukan ini dan itu...

Kemudian helena akan seperti ini seperti itu...

Olala...

Arthur terkikik dengan pemikiran cabulnya sendiri. Gerakannya membuat helena terbangun dari tidurnya. Ia mulai menggosok matanya.

"maaf, membangunkanmu."

"Kenapa kau berkeringat?" Tanya helena. "Pipimu merah, apa kau demam lagi?" Helena menyandarkan tangannya dipipi arthur, merasakan suhu badan arthur.

Arthur menggengam tangan helena kemudian mengecup tangannya. "Aku baik baik saja. Sebaiknya kita pulang sekarang."

"Tapi, Aku lapar."

"kalau begitu kita makan dulu, kemudian pulang."

"Kenapa terburu buru? Hari masih panjang." Ujar helena.

Arthur dengan cepat memutar otaknya mencari alasan."Hmm. Aku rasa cuacanya sedang tidak baik untuk kiddo." Jawab arthur.

"Bukankah cuacanya cerah? Dan tempat ini begitu nyaman." Helena tersenyum memandang pemandangan taman kota.

Arthur kembali mencari alasan. "yah, tapi menurut prakiraan cuaca, hari ini akan turun hujan. Aku tidak ingin kita pulang dalam keadaan kebasahan." Bujuk arthur.

Helena memikirkan perkataan arthur. "Baiklah, kita pulang." Jawab helena mengiyakan yang disambut arthur dengan cengiran puas.

***

Jarum panjang pada jam dinding mereka seakan berjalan dengan lambat. Keheningan diantara mereka membuat arthur bahkan sulit mengambil nafas.

Matanya berkali kali mencuri pandang ke helena yang terdiam didepannya. Matanya sedang sibuk membaca dokumen sedangkan mulutnya berkomat kamit tanpa mengeluarkan  suara. mencoba memahami kata perkata.

Jakun arthur kembali naik turun melihat gaun tidur helena yang begitu tipis berwarna krem. Kedua kakinya menyilang memperlihatkan begitu banyak kulit.

Helena menaruh kembali dokumen keatas meja yang berada diantara mereka. Mata helena kini menatap matanya. Arthur menyandarkan punggungnya di sofa. Berlagak acuh tak acuh.

"Bolehkah aku meluruskan beberapa hal dalam dokumen ini? Karna ada beberapa point yang sama sekali tidak aku mengerti."

"Silahkan." Jawab arthur. Helena menaikkan alisnya melihat tingkah arogan arthur.

"Pertama, kau menyatakan pernikahan ini berlangsung selama kedua belah pihak inginkan."

Athur mengangguk. "Kita akan bercerai saat aku atau kau memutuskan untuk berpisah. Dan perpisahan akan berlangsung secara baik baik."

"Okay..." jawab helena.

"Kedua, semua kebutuhan anak adalah urusan kepala keluarga, baik saat masih menikah ataupun sudah bercerai."

"Yah, itu tidak akan pernah berubah."

"Ketiga..." helena kembali menatap arthur. Arthur berusaha untuk tidak gelisah. "Dalam pernikahan kita diperbolehkan saling memanfaatkan selama kedua belah pihak setuju."

"Yap..." jawab arthur. Menatap tangannya yang tiba tiba tampak menarik.

"Aku sama sekali tidak mengerti poin ini. Memanfaatkan yang seperti apa sebenarnya?" Tanya helena curiga.

"Ehm.. seperti saat kau membutuhkan sesuatu dariku, dan aku setuju memberikannya dengan syarat ini tidak akan menjadi masalah saat kita bercerai nanti. Begitu juga padaku, saat aku membutuhkanmu kau...."

"Apa persisnya yang kau butuhkan dariku?"

Suara helena mengalun, tubuhnya dengan santai menyandar pada sofa dengan sengaja menggerakkan kakinya kemudian tangannya menyilang di depan dadanya. Arthur bisa melihat payudara helena tercetak jelas pada gaun tipisnya.

"Sesuatu... hmm.. kesenangan contohnya..." jawab arthur dengan nada yan terputus putus.

"Kesenangan?"

"Yah, kau tahu kita... saling memberikan kesenangan, dimana bukan hanya aku yang puas tapi kau juga..."

"Ah.... aku mengerti sekarang." Helena tersenyum kepada arthur, membuat arthur sedikit lega.

"Mari kita berhubungan sex."

Arthur terkejut ajakan helena. Tak menyangka ternyata proposal yang diajukannya dapat diterima dengan mudah.

"Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal itu?" Suara riang helena dengan cepat berubah menjadi menyeramkan.

"Aku tidak akan pernah mau tidur apalagi berhubungan badan denganmu selama kau masih menawariku hal hal konyol seperti ini." Helena mengambil dokumen dan langsung menyobeknya didepan arthur.

"Apa yang kau perbuat!" Teriak arthur mengemasi serpihan serpihan kertas yang berceceran.

"Aku melakukan hal yang sepatutnya kulakukan. Aku bukanlah gadis bodoh seperti yang kau anggap. Menandatangani dokumen kemudian menyerahkan tubuhku dengan sukarela."

"Hey! Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu!"

"Yang kau lakukan membuktikan kau memang berpikir seperti itu tentang aku! Kalau kau menginginkanku, perjuangkan diriku, hargai aku sebagai wanita, brengsek." Helena mendorong arthur yang mencoba mendekatinya.

"Itu yang kulakukan! Aku menghargai mu sebagai wanita, kalau tidak aku tidak akan mungkin menawarimu kontrak ini! Kalau aku tidak memperjuangkan dirimu mungkin sekarang aku sudah merobek gaun tipis yang kau pakai! Mencium bibirmu hingga bengkak, Menikmati seluruh tubuhmu sampai aku puas tanpa mempedulikan kau bersedia atau tidak! Paham?!" Arthur menghentakkan lengan helena, kemudian kembali memungut seprihan kertas yang masih berserakan.

Helena berusaha menahan air matanya dan berlari ke kamar tidur, meninggalkan arthur yang masih dikuasai amarah.

Arthur mengerang saat mendengar pintu dibanting. Mengumpat berkali kali pada kertas yang berceceran...

****
Hampir seminggu arthur dan helena saling diam. Mereka berdua bahkan berusaha saling menghindar, sama sekali tidak ingin berada dalam ruangan yang sama.

Arthur berkeras kalau apa yang dilakukannya tidak salah. Kontrak yang diajukannya sama sekali tidak ada kesalahan, itu semuanya dilakukannya karna menghargai helena. Yang notabene adalah istri sementara dan ibu yang mengandung anaknya. Kalau dia tidak menghargai helena, dia akan memintanya memuaskan arthur siang malam tanpa henti. Mau tidak mau karna dia istrinya meski hanya untuk sementara.

Arthur dengan keras kepala bahkan rela tidur disofa selama seminggu ini. Tidak ingin bersinggungan dengan helena sampai ia yang berbicara pada arthur. Sebagai pihak yang tidak bersalah, arthur tidak sudi untuk meminta maaf duluan.

Sedangkan helena yang juga merasa benar berusaha mempertahankan harga dirinya. Merasa terinjak injak oleh kontrak arthur helena sengaja membalas dendam dengan tidak mengurus kebutuhan arthur selama seminggu ini.

Mengurung diri didalam kamar sampai arthur berangkat kerja. Kemudian ia menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Mencuci pakaiannya dan meninggalkan pakaian arthur. Saat arthur akan kembali pulang, ia bergegas kembali kekamar dengan segala macam makanan.

Demi mempertahankan harga dirinya, helena bahkan rela terjaga semalam. Tubuhnya yang letih selama ini tidak bisa di istirahatkan karna ia terbiasa tidur dalam pelukan arthur (lebih tepatnya sih helena yang membelit arthur).

Kini dirinya harus berusaha tidur sendiri lagi tanpa kehangatan dan kenyaman yang diberikan seseorang disisi lain tempat tidurnya.

Perang dingin ini membuat helena semakin lelah, kini ia lebih suka melamun melihat kesibukan kota dari jendela kamarnya. Ia mulai merindukan apartemennya, pemandangan dapur cafenya, bercengkrama dengan pelanggan serta bercerita mengenai hal pribadi dengan sahabatnya, joanna.

Tak terasa sudah sebulan lebih ia berada jauh dari kampung halamannya. Selama berada di spanyol ia mengalami fluktuasi emosi yang naik turun. Dari suka hingga duka dari marah ke sedih dari gairah menjadi dingin.

Helena membuang nafas.

Helena mulai tersadar bahwa ia tidak pernah merindukan kampung halamannya sama sekali sebelum perang dingin ini terjadi.

Begitu banyak yang dikerjakan dan dipikirkannya. Menyiapkan sarapan untuk arthur, memilih setelan untuk arthur pakai, menulis jurnal kehamilannya, menata apartemen, membalas pesan pesan arthur yang aneh dan tidak jelas kemudian menerima panggilan telepon darinya yang membuat helena selalu tersenyum tanpa ia sadari, Memikirkan mengenai makan malam yang akan disukai artur, dan memeluk arthur saat tidur.

Itu semua terus berulang dan tidak pernah membosankan.

Helena melenguh, mulai merasa janggal dengan kebiasaan barunya yang berpusat disekitar arthur. Kalau ini terus dibiarkan, ia yakin ini semua akan menjadi kelemahannya dan saat perpisahan akan menjadi hal terberat dalam hidupnya.

Helena kembali membuang nafas, dia harus memilih.

****

Arthur melepaskan jas dan dasinya, menjatuhkan mereka kesofa. Matanya tak pernah berhenti menatap pintu kamarnya yang tertutup rapat.

Ia terduduk di lengan sofa, mengacak acak rambutnya dengan kasar. Tak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan perang dingin antara ia dan helena.

Ia ingin berbicara dengan helena tapi egonya begitu besar. Arthur nenghembuskan nafasnya. Kepalanya tertekuk lesu.

Kenapa dengan helena begitu sulit? Mengapa menjadi begitu runyam?

Kepala arthur spontan kembali menengadah saat mendengar pintu berderit ketika terbuka.

Sosok helena muncul tampak canggung. Arthur menatap helena lekat. Ada sesuatu yang membuncah di perut dan dadanya ketika melihat sosok helena untuk pertama kali setelah seminggu mereka tidak bertemu.

Tangannya tiba tiba terasa gatal, ingin bergerak menyentuh wajah dan perut helena.

Helena sendiri juga merasakan yang sama ingin rasanya ia berlari kearah arthur dan memeluknya erat. Tapi kakinya seperti dirantai dan tidak bergerak sedikitpun.

Helena berdeham, merasa risih akibat tatapan arthur yang tidak berhenti menatap wajahnya dan atmosfer disekitar mereka yang mulai terasa panas bukan karna amarah tapi karna gairah.

"Aku ingin berbicara denganmu..." ucap helena lebih dulu. Suaranya entah kenapa bergetar membuatnya semakin canggung.

Arthur kembali menghela nafas. "Aku juga ingin berbicara denganmu."

Helena membalas tatapan arthur. "Kalau begitu kau duluan..." pintanya.

"Aku memintamu untuk menemaniku di acara pesta perusahaan." Ucap arthur sembari menegakkan tubuhnya.

"Pesta perusahaan?" Tanya helena.

"Sebenarnya acara salah satu relasi perusahaan yang sekarang sedang kutangani. Aku tidak ingin pergi tapi karna beberapa situasi aku terpaksa mengiyakan ajakan mereka untuk datang."

Helena terdiam. Kepalanya sibuk berspekulasi.

" ini karna paksaan rachel yang memintaku untuk datang dan membawamu." Ucap arthur dengan helaan nafas tak menyadari tubuh helena yang menjadi kaku saat mendengar nama rachel disebut.

"Jadi kau terpaksa membawaku..." bisik helena.

"Apa?" Tanya arthur yang tidak bisa mendengar bisikan helena.

"Aku akan pergi." Jawab helena menengadahkan wajahnya dengan congkak. "Dengan satu syarat."

"Syarat?"

Helena mengangguk. " aku ingin pulang, kembali ke tanah airku."

Arthur seketika terkejut dengan permintaan helena. Ia ingin memprotes tapi wajah keras helena nenunjukkan 'tidak ingin menerima penolakan'.

Merasa harus mengalah kali ini, arthurpun mengangguk. "Baiklah, kita akan pulang." Janji arthur.

***

"Helena, kau sudah siap?" Teriak arthur yang sibuk melihat jam tangannya.

Ia berdecak melihat 40 menit keterlambatan mereka dari janji. Rachel sudah sibuk menanyakan keberadaannya.

"Helena..." teriakan arthur teredam saat melihat sosok helena yang keluar dari kamar.

Helena tampak begitu luar biasa. Rambut hitam lurusnya dibuat bergelombang. Terurai cantik di salah satu bahunya. Kulit coklatnya tampak bersinar dalam balutan gaun tanpa lengan yang sopan berwarna merah pekat.

Bagian matanya dibubuhi make up smoky eyes dan bibir penuhnya diwarnai senada dengan gaunnya.

Arthur tak puas puasnya memandang helena sampai helena mendekat meminta mantelnya pada arthur.

Arthur dengan sigap menyampirkan mantel helena kepunggungnya. Padangannya terhenti saat melihat punggung mulus helena terpampang.

"Gaun aneh apa ini?!" Teriak arthur. "Ganti. Aku sama sekali tidak menyukai gaun ini."

Helena memutar bola matanya. "Jangan kolot. Gaun ini sama sekali tidak ada masalah."

"Tapi..."

"Apa kau ingin kita semakin terlambat?" Decak helena sembari memakai mantelnya membiarkan arthur yang uring uringan sendiri.

Arthur berusaha menahan amarahnya yang menggelegak. Berjanji akan menutupi punggung istrinya dari tatapan liar pria pria tua di pesta nanti.

(Ckck si om nggak sadar kalau yang lebih berbahaya buat helena itu si om sendiri)

***

"Ingat, jangan jauh jauh dariku. Jangan makan sembarangan, jangan terima minuman yang ada alkoholnya, jangan..."

"Berhenti mengoceh nerd. Aku bukan anak kecil."

"Aku hanya memperingati mu..."

"Kita akan menghadiri pesta bukan mengantarkanku ketaman kanak kanak." Sengit helena yang berjalan disamping arthur. Lengan mereka saling mengapit seperti pasangan lainnya.

"Aku lebih senang membawamu kesana daripada pesta bodoh ini." Jawab arthur sembari menatap gelisah punggung helena yang terbuka, yang dibalas helena dengan memutar bola matanya keatas.

Arthur bisa menjadi orang yang sangat protektif untuk hal hal yang sebenarnya tidak perlu di urusi, pikir helena.

"Ah, itu mereka." Arthur dengan sigap membawa helena melewati kerumunan tamu lainnya.

Ia terus berdecak ketika mendengar beberapa siulan yang diarahkan untuk istrinya.

Semakin cepat ia bertemu dengan temannya, semakin cepat ia membawa helena menjauh dari tempat terkutuk ini.

"Arthur..." terdengar suara indah mengalun memanggil namanya.

Kali ini giliran helena yang berdecak kesal mendengar rachel memanggil suaminya dengan nada menggoda, begitu juga penampilannya.

Rachel begitu menawan. Rambutnya disanggul keatas memperlihatkan bentuk leher dan bahunya. Gaun tanpa lengan dengan warna hijau toska membalut kulit putihnya.

Ia semakin kesal melihat wajah senyum arthur saat membalas sapaannya.

"Hai, arthur." Beberapa pria yang berdiri mengelilingi rachel ikut menyapanya.

"Siapa bidadari cantik ini?" Tanya salah satu temannya.

"Dimana kau menculiknya?" Tanya temannya yang lain.

Terdengar kekehan dari pria yang berdiri disamping rachel. "Guys, seharusnya kalian menanyakan mengapa wanita cantik ini mau bersama makhluk tidak waras seperti arthur?"

Ia mendekat. Menjulurkan tangannya untuk menyapa helena. Helenapun menyambutnya.

"Dr. Geo." Sapa helena ramah. Dr. Geo adalah dokter yang datang memeriksa arthur saat ia sakit dan dokter yang memeriksa kandungannya.

"Helena." Dr. Geo mencium punggung tangan helena dengan sikap seorang pria sejati. Membuat helena merasa tersanjung.

" sudah sudah. Kau tidak perlu berlama memegang tangannya." Protes arthur sembari menjauhkan dr. Geo dari helena.

Terdengar tawa dari yang lainnya. "Perkenalkan kami padanya, artie." Pinta yang lain.

"Helena, perkenalkan yang disampingmu namanya alvin, frans, steven kemudian geovany dan rachel." Tunjuk arthur singkat.

"Guys, ini istriku. Jadi jangan menatapnya seperti dia santapan makan malam." Protes arthur.

"Ups, aku tidak tahu kau sudah menikah. Ada apa dengan motto membujang seumur hidup?" Tanya pria bernama steven yang berperawakan tinggi. Ia mengecup punggung tangan helena saat memperkenalkan dirinya sendiri. "Senang bertemu dengan wanita cantik sepertimu helena."

Helena membalas senyuman steven. senang dengan kejujuran teman teman arthur.

"Aku rasa wanita sexy ini sudah mematahkan kutukan artie. Siapa yang mau membujang kalau ada wanita sesexy ini." Alvin yang berpenampilan sedikit berantakan menyambut tangan helena dan menciumnya.

"Senang akhirnya arthur berada di jalur yang benar. Aku pernah berpikir ia adalah seorang gay." Frans mengedipkan sebelah matanya pada helena. Arthur tampak jengah dengan pendapat teman temannya. Apalagi mendengar tawa girang dr. Geo saat mendengar kalimat frans.

"Sudah cukup, guys. Kalian tidak perlu memberikan doktrin negatif mengenai arthur pada istrinya. Aku yakin ia sudah menemukan banyak kekurangan arthur." Lerai rachel. Wanita itu menunjukkan senyum keibuan pada helena yang membuat helena mulai kesal. "Senang bertemu dengan mu lagi helena."

Helena dengan setengah hati menerima uluran tangan rachel. "Senang bertemu denganmu juga, rachel."

Tidak ada yang sadar dengan raut wajah tidak senang helena saat menerima uluran tangan rachel, kecuali dr. Geovany yang terkekeh.

***

Helena sibuk memilih cemilan untuk diberikannya pada arthur. Pria itu belum ada makan sama sekali malam ini.

Helena memilih beberapa makanan yang mengenyangkan kemudian membawanya pada arthur.

"Jangan makan itu arthur!" Oceh rachel saat arthur mulai mengambil makanan di piring rachel. "Kau alergi kacang, ingat?" Ucapnya.

Helena yang berada agak jauh dari mereka, Berhenti dan memandang isi piringnya. Penuh dengan segala macam kue yang ada kacangnya.

Helena mulai bersungut sungut saat mengembalikan makanannya. Ia yang menyandang gelar istri arthur tapi ia tidak mengenal arthur sedikitpun. Sedangkan nenek sihir itu tahu semuanya bahkan alergi arthur.

Mungkin ia juga tahu merek celana dalam yang dipakai arthur sekarang. Ucap batin helena yang semakin kesal dengan kehadiran rachel disekitar arthur.

Helena terkejut saat piringnya yang masih penuh dengan makanan diambil. helena melihat dr. Geo yang sumeringah memandangnya.

"Terima kasih. Kau tahu, Aku sangat menyukai kacang." Ucapnya sembari mengedipkan mata pada helena.

Helena tertawa akan tingkah dokternya. "Kau boleh mengambilnya."

"Hmm.. ini sangat enak. Terimakasih sudah memberikannya padaku." Ujar dr. Geo saat piring sudah tandas dari makanan.

"untuk membalas budi, aku akan berbaik hati melakukan apapun untukmu, nyonya." Ucap dr. Geo sembari bertingkah seperti pelayan.

Helena kembali terkekeh. "Terima kasih tapi aku tidak memerlukan bantuan apapun kali ini."

"Hmm..." dr. Geo tampak seperti sedang berpikir. "Kalau begitu bagaimana kalau aku memberikan satu rahasia." Bisiknya.

"Rahasia?" Sebelah alis helena naik melihat dr. Geo yang menganggukan kepalanya.

"Mereka berdua." Dr. Geovany menunjuk arthur kemudian rachel yang drdang sibuk mengobrol. "Adalah sepasang kekasih sebelum arthur menikahimu."

Helena terdiam. Matanya membesar saat menerima informasi dari dr. Geo yang masih tersenyum padanya.

"Helena!" Arthur melambaikan tangan diseberang sana, memanggilnya. Tapi ia sudah dipenuhi amarah.

Dirinya lebih memilih pergi daripada duduk bersama sepasang lovey dovey. Arthur sendiri malah keheranan melihat helena yang malah pergi menuju balkon.

"Apa ia tidak melihatku melambai padanya?" Tanya arthur bingung.

"Ada apa artie?" Tanya rachel.

"Helena. Ia malah pergi saat aku memanggilnya."

"Mungkin ia tidak dengar." Ucap rachel.

"Aku juga berpikir seperti itu... tapi,"

"Kenapa?"

"ia melihatku kemudian pergi..." arthur tampak seperti berbicara pada dirinya sendiri. Merasa aneh pada sikap helena. " lebih baik aku mencarinya." Ujar arthur sembari berdiri.

***

Helena mengembuskan nafasnya berkali kali. Berusaha meredakan amarahnya.

Apa ini? Hatinya begitu sakit saat mengetahui arthur dan rachel pernah memiliki hubungan. Melihat kedekatan mereka membuat helena merasa tersisih.

Helena mengurut dadanya yang sakit, perasaan ini begitu mengesalkan. Rasa sakit yang tak kasat mata ini begitu susah untuk diredam.

"Helena?"

Helena berbalik saat mendengar namanya dipanggil. Seorang pria berdiri didepannya dengan wajah yang sama tetkejutnya dengan helena.

"Kau helenakan? Helena hugo?"

"Luke?"

Sabtu, 27 Agustus 2016

Karma Circle part 9


Helena mulai merasa aneh dengan dirinya yang begitu menikmati kewajibannya sebagai ibu rumah tangga.

Menyiapkan pakaian Arthur sebelum Arthur selesai mandi, menyiapkan sarapan dan makan malam kemudian dengan setia menunggu Arthur pulang dari kantornya.

Helena menatap pantulan dirinya di cermin ruang tengah. Eksperesinya menunjukkan kekhawatiran dan rasa panik.

Dia terus mondar mandir didepan pintu. matanya berulang ulang melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari dan Arthur belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Helena berkali kali memaki dirinya sendiri karna begitu mengkhawatirkan suaminya yang Nerd.

"Bisa saja dia tersesat dijalan, bukankah jalan jalan di Madrid begitu membingungkan atau bisa saja dia kehilangan mobilnya?!" jerit Helena panik.

"Dilihat dari kecerobohan dan kebodohannya itu bisa saja terjadi. dengan penampilannya yang terlihat tua, orang orang mungkin mengira dia salah satu pasien panti jompo yang lepas!"

Helena menggigit ibu jarinya. pikirannya terus berkecamuk, memikirkan hal hal buruk terjadi pada Arthur.

Setelah Lima hari mereka berada di Spanyol, Arthur tidak pernah terlambat pulang. kalaupun Ia lembur, Ia selalu sampai di apartemen pukul 11 malam.

Helena menatap layar handphonenya yang tidak bergeming sedikitpun. Helena kembali menekan speed dial nomor satu.

"Kemana dirimu, Nerd!" hardik Helena ketika tidak ada jawaban sama sekali dari panggilannya. ini sudah puluhan kalinya Ia menelpon Arthur, mencoba mencari keberadaannya tapi tidak ada sahutan sama sekali darinya.

"Arrrgghh!!"

Helena mengacak acak rambutnya. dia begitu merasa bodoh dengan rasa cemas yang menghantuinya.

"Sadarlah Helena! sejak kapan kau begitu peduli pada makhluk langka itu?!"

Helena menepuk kedua pipinya berusaha menyadarkan dirinya dari tingkah bodohnya dengan kesal melangkah kekamar.

Meredam semua bentuk emosi yang mengaduk aduk Perasaannya. Helena membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Mencoba menutup matanya dan pura pura tidak mengkhawatirkan suaminya. Semua perasaan khawatir dan panik membuat tubuhnya begitu lelah, saat tubuhnya mulai merileks diatas ranjang, Ia pun tertidur.

Beberapa jam kemudian Arthur muncul dengan wajah lelah. berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Berkas berkas yang menumpuk tidak bisa diajak untuk berkompromi lagi dan harus diselesaikan secepatnya.

Arthur dan beberapa rekannya terpaksa lembur tanpa ada jeda untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah berada diambang batas kelelahan.

Langkahnya terhenti saat melihat wajah Helena yang terlihat damai dalam tidurnya. Ia mendesah, lupa memberikan kabar keterlambatannya pada istrinya.

Sembari terus menatap helena, ia melepaskan semua atribut yang dipakainya.

Menyisakan kemeja dan celana panjangnya. tubuhnya yang begitu lelah dan lemah tak sanggup lagi untuk melepaskan pakaiannya yang tersisa.

Ia pun beranjak menuju ranjang tepat disebelah Helena. memasukkan sebelah lengannya ke relung leher Helena. menyandarkan kepala istrinya di lengannya kemudian merapatkan tubuh mereka.

Arthur menyukai hal ini, menikmati pelukan antara dia dan istrinya. selalu seperti ini saat Helena sudah jatuh tertidur dia mulai merapatkan tubuh mereka dan mendekapnya yang kemudian akan direspons oleh Helena tanpa Ia sadari.

Kedua tangannya akan mulai bergerak menyusuri tubuh Arthur dan membalas pelukannya. Dahinya akan bersandar di dagu Arthur, hidungnya mulai mengendus leher Arthur.

Iya, Arthur merasa begitu nyaman saat ini. diatas tempat tidur didalam dekapan istrinya. Ia pun mulai tertidur.

***

Helena berkeringat dalam tidurnya. hawa panas mulai merambat dari benda yang sekarang berada dalam dekapannya.

Merasa gerah, Helenapun membuka matanya. kemeja Arthur yang berbaring disampingnya basah oleh keringat. Sulur Sulur keringat mengalir dari dahinya.

Helena bergerak bangun, panik melandanya saat mendengar lenguhan sakit dari Arthur.

Dia menangkupkan tangannya didahi Arthur, mengukur suhunya. panas membara menyengat kulit tangannya.

"Oh, my god."

Helena bergegas turun menuju kamar mandi. dimana kotak p3k berada. setelah menemukan termometer digital Helena kembali kekamar.

Helena menaruh ujungnya di telinga kanan Arthur. angka mulai bergerak hingga berhenti di angka 38 derjat Celcius.

"Oh god, kau demam. apa yang harus aku lakukan?" ujar Helena panik. dia tidak pernah merawat orang sakit sebelumnya. bahkan neneknya dulu meninggal tanpa Helena sempat merawatnya.

Benda dingin merayap ke pergelangan tangannya. Helena bergidik saat merasakan hawa dingin dari tangan Arthur yang pucat.

"Dingin..." Bisiknya lirih.

"Apa?" Helena mendekatkan telinganya.

"Dingin." bisiknya lagi.

"Kau kedinginan? padahal badanmu begitu panas." ujarnya sembari mengeratkan selimut di sekeliling tubuh Arthur yang mulai menggigil.

Helena mengambil handphonenya dan menekan nomor Julie, ibu Joanna yang sekarang menjadi kakak iparnya.

Julie adalah mantan perawat dirumah sakit daerah, di mana tempat suaminya bekerja sebagai dokter.

"Halo, Helena? apa kabarmu sayang? bagaimana Spanyol? kalian berdua baik baik sajakan?" rentetan pertanyaan muncul saat Julie baru mengangkat panggilan darinya.

Helena terkekeh dengan sedikit gugup. "halo juga Julie, kabarku baik baik saja dan Spanyol tidak jauh beda dengan disana. udara disini masih aman untuk dihirup." terdengar kekehan dari seberang sana. "sayangnya, Arthur tidak dalam keadaan baik karna itu aku menelponmu."

"Apa yang terjadi dengannya. jangan katakan padaku dia sedang sakit karna lembur bekerja?"

"Ck.. begitulah Julie. kau mengenalnya dengan baik. aku benar benar bingung sekarang. badannya sangat panas tapi tangannya begitu dingin."

"tenang sayang. pertama tama kau harus mengganti bajunya yang basah dengan pakaian yang lebih kering. kemudian kompres dahinya dengan air es. Beri dia air minum untuk meredakan panas dari dalam. aku akan menelpon geo untuk menemani kalian."

"Oke. thanks Julie."

"Sama sama sayang.. oh satu hal lagi, Arthur akan menjadi sangat menjengkelkan saat sakit. jadi bersabarlah."

***

Arthur masih tertidur dengan wajah mengernyit kesakitan. Helena menjauhkan selimut dari tubuh Arthur. tangannya mulai membuka kancing kemeja Arthur.

"Arthur, bisakah kau bergerak kekanan? aku perlu melepaskan kemeja basah ini dari tubuhmu." bisik Helena membangunkan Arthur yang mulai mengerjap mencari sumber suara.

Saat mata hijau cemerlangnya menatap kearah Helena yang tampak iba, Ia pun menggeleng.

"Sakit.." bisiknya.

"Aku tahu. tapi kau akan cepat sembuh saat baju ini lepas dari tubuhmu."

"Aku sakit.. yang kubutuhkan obat.. bukan ditelanjangi... ugh, sakit." ucapnya. Helena menggeleng, disaat seperti ini dia masih bisa memberikan argumen yang membuat mereka ujung ujungnya akan bertengkar.

"Jangan berdebat lagi. cepat berguling kekanan." Helena mendorong tubuh Arthur kekanan.

"Dasar Miss bossy."

"Sorry? What? kau memanggilku Miss bossy?"

Arthur kembali terdiam. suara napasnya mulai teratur. menandakan Ia tertidur lagi.

"Nerd." ucapnya sembari melepaskan kemeja Arthur. kemudian melepaskan T-Shirt putih didalamnya yang sudah basah kuyup.

Ia pun memeras kain yang sudah direndam dengan air hangat. mulai membasuh leher Arthur, saat kain menyentuh kulitnya Arthur mulai mendesah.

Mata Helena berkeliaran menatap tubuh atas Arthur yang telanjang. melihat dadanya yang bidang dan ditumbuhi sedikit bulu yang turun keperutnya yang datar kemudian menghilang diantara karet celana boxernya.

Helena meneguk ludahnya. berusaha menghilangkan rasa kering ditenggorokannya. hawa panas yang menguar dari tubuh Arthur membuatnya mulai berkeringat.

Kain yang sudah dibasahinya mulai merayap turun menuju dada Arthur menyusuri bulu bulu pirang tipis hingga keperutnya. Tanpa sadar jari jarinya mulai merasakan kulit Arthur.

Helena cepat cepat menjauhkan tangannya ketika mendengar lenguhan Arthur. Helena memaki dirinya karna berhasil dikuasai gairah yang entah dari mana munculnya.

"Sadarlah Helena! dia si Nerd. Tidak ada yang perlu kau kagumi dari tubuhnya. dirimu pernah berhubungan dengan laki laki yang lebih seksi dan punya eight pack!"

Helena menggigit bibir bawahnya dan kembali melap tubuh Arthur. Helena membasuh lengan Arthur. bicep tampak terbentuk disana. sekali lagi tangan tangan Helena turun menyentuh lengan Arthur.

Tak menyangka, Nerd memiliki Otot. apa dia hanya membentuk otot bicepnya saja? Dengan lengan kekar, dia bisa mengangkat wanita ke ranjangnya.

Pikir Helena, kemudian tersadar kembali. Ia buru buru membasuh seluruh tubuh Arthur dan memakaikannya pakaian yang kering.

Menutupi seluruh tubuh Arthur dengan selimut dan kembali kedapur. menjauh dari Arthur yang tidak berdaya adalah jalan terbaik. Ia takut sisi pemangsanya muncul dan mulai memakan Arthur bulat bulat.

***

"Dia hanya demam" ujar Dr. Geovany setelah memeriksa keadaan Arthur yang kini sepenuhnya terjaga.

"Bukankah sudah kukatakan berulang kali, kau harus tahu batas tubuhmu sendiri Artie. jangan memaksakan tubuhmu untuk terus bekerja. beginilah yang terjadi." Dr Geovany mulai mengemasi barang barangnya.

"Ya, geo." sahut Arthur diatas tempat tidurnya.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Helena.

Dr. Geovany tersenyum padanya. "beri dia makan kemudian obat dan jangan perbolehkan dia bekerja dulu beberapa hari ini. dia butuh beristirahat penuh."

Helena menaikkan sebelah alisnya menantang Arthur yang mulai mengeluh karna tidak boleh bekerja.

"Tapi bukankah seharusnya dia menjauh dariku?" tanya Arthur pada Dr. Geovany yang kini bingung.

"Kenapa dia harus menjauh? dia istrimu, seharusnya dia berada disampingmu untuk menjaga dirimu yang bebal."

"Dia hamil. aku takut kiddo akan tertular."

"Kau hamil?" tanya Dr. Geovany terperanjat mendengar berita dari bibir Arthur.

Dengan pipinya yang memerah dan wajah sedikit kesal terhadap mulut ember Arthur, Helena pun mengangguk.

"Berapa usia kehamilanmu?"

"Hmm.. lima.. ah enam minggu.." jawab Helena ragu ragu.

"Apa kau sudah pernah memeriksakannya ke dokter kandungan?"

"Eh...Belum."

Dr. Geovany menyentuh pundak Helena dan berbalik menatap Arthur. "saat kau sudah sembuh bawa dia kerumah sakitku. kita perlu memeriksa kandungannya."

"Kenapa? apakah ada masalah dengan kiddo?" Helena mulai berdecak kesal saat Arthur menyebut janin yang didalam perutnya dengan nama kiddo.

"Mudah mudahan tidak apa-apa. tapi kita harus memeriksanya agar tidak terjadi yang tidak di inginkan. kalau begitu aku pamit dulu. ingat pesanku Arthur, perbanyak istirahat."

Helena pun mengantar Dr. Geovany sampai pintu depan. kembali kekamar dengan nampan berisi makanan diatasnya.

"Ayo, kau harus makan." ucap Helena sembari meletakkan nampan diatas meja nakas.

Arthur menggeleng dengan wajah yang meringis. "aku sakit Helena."

"Ya, aku tahu. kalau kau ingin sembuh kau harus makan."

"Tanganku sangat lemah untuk memegang sendok. kau lihat?" Arthur menaikkan tangannya yang gemetar.

Helena memutar bola matanya melihat akting Arthur. "terus bagaimana?"

Arthur membuka mulutnya, membuat Helena melotot padanya kemudian berdecak kesal. "kau menyuruhku menyuapimu?!"

Arthur mengangguk kembali membuka mulutnya lebar lebar. dengan geram Helena menyendok nasi yang sudah diberi kuah sup sebanyak banyaknya. menyuapkan ke mulut Arthur dengan kasar.

"Bau membuab bu mabin sabit!" hardik Arthur dengan mulut penuh makanan.

"Makan saja, jangan banyak protes." Helena kembali menyuapkan Arthur.

***

"Kenapa kau tidak katakan padaku kalau kau belum memeriksakan kiddo?" tanya Arthur yang berbaring miring menatap Helena yang telentang disampingnya.

"Dia masih belum bisa untuk dilihat saat itu karna usia janinku masih dini. ..." alis Arthur terpaut saat mendengar kalimat yang tergantung.

"Dan?" tanya Arthur pada Helena yang kini duduk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. matanya menerawang menatap pintu kamar mandi.

"Aku takut dengan rumah sakit." jawabnya lirih.

"Kau takut dengan rumah sakit?" Helena mengangguk. "kenapa?"

Helena menaikkan bahunya. "entahlah. aku juga tidak tahu. aku hanya merasa mual dan panik saat berada di tempat berdinding putih itu."

"Nerd." ucap Arthur sembari tersenyum manis pada Helena yang kini menyipitkan matanya kesal.

Arthur bergerak dan memeluk perut Helena. membuat Helena terkejut.

"Apa yang kau lakukan!"

"Hoaahmm.. aku merasa mengantuk."

"Lalu kenapa kau memelukku!"

"Sssshhh... jangan bergerak Helena. kau membuat kepalaku pusing. aku ingin tidur disebelah kiddo." tangan Arthur mengelus perut Helena.

"Ketika Daddy sembuh kita akan kerumah sakit memeriksakanmu. kalau mommy tidak mau. Daddy akan membopongnya seperti karung beras dan membawanya kesana."

"What!"

"Good night, kiddo." Helena mendengus ketika mendengar sapaan Arthur untuk kesekian kalinya pada anak mereka.

"Good night, mommy." ucap Arthur lirih saat perlahan lahan kesadaran mulai menghilang.

***

Mereka kini duduk di sofa ruang tengah. Sebelah tangan Arthur arthur merangkul pundak helena yang bergetar tangannya yang lain terus menggenggam tangan Helena yang menggenggam erat sebuah foto.

Air mata masih menggenangi matanya. air mata bahagia yang terus mengalir saat pertama kalinya mereka mendengar detak jantung yang sehat dari alat USG.

Mereka baru saja selesai memeriksakan kandungan di rumah sakit tempat Dr. Geovany bekerja. Dr. Geovany menyatakan kandungan Helena mulai masuk usia tujuh minggu dan kandungannya sangat sehat, terdengar dari suara detak jantung yang kuat.

Bukan hanya Helena yang menangis tapi Arthur juga ikut meneteskan air mata saat mendengar suara detak jantung kiddo.

"Kau dengar?" tanya Helena sembari menatap bulatan sebesar jeruk yang tampak mengambang didalam foto hitam putih.

"Ya. detak jantungnya sangat kuat. saat dia lahir dia pasti akan jadi bayi yang sehat."

"Dia seperti berbicara kau tahu. 'aku disini. aku nyata, aku adalah bagian dari kalian'." jawab Helena dengan bibir bergetar.

Arthur mengecup pelipis Helena, menatap mata Helena yang berair. "Ya, kiddo ada disini. dia benar benar ada disini. Terima kasih untukmu."

"Aku sangat bahagia saat mendengar detak jantungnya. Pusat dunia ku sekarang ada disini." ucap Helena sembari meletakkan tangannya diperut.

"Aku juga." jawab Arthur. mendekap punggung tangan Helena.

Mereka saling menatap, rasa haru, senang dan bahagia bercampur dalam tatapan mereka. Arthur mengecup sudut mata Helena yang basah.

Menatap Helena kemudian mengecup pipinya. Helena memejamkan matanya saat Arthur mencecap bibir bawahnya.

Arthur melepaskan bibir bawah Helena. saat Helena membuka mata tampak mata hijau terang yang dihalangi kacamata kuno menatapnya mencari penolakan.

Helena memutar tangannya hingga kini jari jari mereka terkait. tanda persetujuannya. Arthurpun kembali memanggur bibir Helena. meresap dan mencecapnya.

Helena merespon dan membalas pagutan Arthur. bibir mereka saling mencari, sesekali menggigit.

Lidah Arthur masuk mencari lidah Helena yang liat. Helena mulai bergerak naik keatas pangkuan Arthur yang menyandar di punggung sofa.

Tangannya sibuk menjambak rambut Arthur yang larut dalam permainan lidah Helena.

Helena mengerang saat lidah Arthur mengelus langit langit mulutnya. lidahnya tak mau kalah menggoda lidah Arthur. keluar masuk dengan gerakan sensual.

Tangan Arthur menopang punggung Helena tangannya yang lain naik turun di paha Helena yang mengangkangi tubuhnya.

Hawa nafsu mulai menggerayangi mereka. tekanan seksual yang selama ini berusaha dikunci rapat rapat kini mulai mengalir dengan deras seperti air keran yang terbuka.

Tangan Helena mulai turun melepaskan kancing kancing kemeja Arthur tanpa melepaskan lidah mereka yang terjalin.

Tangan Arthur sendiri sudah masuk kedalam tshirt Helena merasakan kulit punggungnya yang halus. Mulai merambat menyentuh payudaranya yang ditutupi bra berenda.

Helena menjerit melepaskan ciuman mereka ketika Arthur meremasnya.

"Maaf, aku kasar." ucap Arthur dengan napas tersengal.

"Hmm.. bukan salahmu. hanya saja payudaraku menjadi sensitif semenjak mengandung." jawab Helena sembari menggigit telinga Arthur.

"Okey, aku tidak akan meremasnya dengan kuat. eee..."

"Kenapa?" tanya Helena menatap Arthur yang kini menatap lekat payudaranya yang sudah keluar dari bra.

"Saat aku memainkan putingmu seperti ini." ucap arthur, kedua tangannya mencubit kecil kedua puting Helena membuat Helena mengerang. "air susu tidak akan keluarkan?"

Mata hijaunya tampak polos saat bertanya. Helena terkekeh kemudian kembali mengecup bibir Arthur.

"Tidak. air susu akan keluar saat bayinya juga sudah keluar."

"Berarti saat aku melakukan ini sekarang .." Arthur menghisap puting Helena tiba tiba. Helena hanya bisa mendesah dan mengerang. "air susu tidak akan keluar?"

Helena menggeleng frustrasi. Kemudian menjambak rambut Arthur. "tidak."

Merekapun kembali berciuman, kali ini lebih panas dan lebih membutuhkan dari sebelumnya.

Ting tong.

Arthur menggerakkan lidahnya dengan gerakan sensual menggoda lidah Helena.

Ting tong

"Kau dengar itu?" tanya Helena melepaskan pagutan mereka.

"Aku tidak mendengar apa apa." jawab Arthur sembari membenamkan kepalanya dikulit payudara Helena.

Ting tong

"Ada yang datang Arthur."

Arthur tidak menjawab mulutnya sibuk mengkulum puting Helena.

Ting tong

"Menjauhlah."

Helena melepaskan pelukan Arthur dan memperbaiki letak pakaiannya. mengabaikan keluhan Arthur kemudian beranjak membuka pintu depan.

Matanya melotot menatap makhluk cantik yang tidak asing berdiri didepannya dengan wajah tersenyum.

"Hai, Artie ada?"

Helena hanya diam tidak menjawab. tubuhnya seketika kaku teringat akan kemesraan Arthur dan wanita didepannya saat ulang tahun Julie.

"Rachel?" ucap Arthur yang kini berdiri dibelakang Helena.

________________________

Helena menyipit, memandang pantulan suaminya dan wanita berparas cantik dan anggun yang duduk disampingnya, Rachel. mereka berdua sedang asik bercengkrama dibelakangnya.

Helena mendengus untuk kesekian kalinya saat melihat tawa bahagia yang memuakkan dari Arthur ditambah sentuhan sentuhan yang dilayangkan wanita itu pada lengan suaminya.

Dengusan Helena semakin menjadi, Ia hanya bersyukur hidungnya tidak mengeluarkan api.

Kalau iya, tidak akan ada lagi yang tersisa dari mereka.

Dalam hati Helena sibuk mengutuk dan mengeluarkan sumpah serapah yang paling kotor diantara yang kotor untuk menggambarkan kejengkelannya terhadap dua sejoli yang tidak tahu malu.

Berani beraninya dia didepan mataku!!

***

"Kau yakin sudah sembuh?" tanya Rachel sembari menyentuh dahinya, mencoba mengukur suhu tubuh Arthur.

Tanpa mereka sadari ada suara geraman kecil disudut ruangan. Geraman yang berasal dari dasar tenggorokan Helena.

Kain ditangannya kini tampak merenggang karna Ia tarik sekuat tenaga.

"Hanya sedikit pusing tapi selebihnya aku baik baik saja." jawab Arthur.

Rachel memandang Helena kemudian menyipit menatap Arthur. "Kenapa kau tidak pernah mengabari kami, kalau kau sudah menikah?" tanya Rachel dengan raut muka kesal.

Mereka duduk bersebelahan didepan mini bar. mengobrol sembari menikmati segelas ice tea yang dibuat Helena yang kini tampak sibuk menatap lemari kaca, membelakangi mereka.

"Sengaja. aku ingin memberikan kejutan untuk kalian." Ucap Arthur. matanya terus lekat memandangi punggungnya Helena. senyum mengembang di wajahnya.

"Dan pestanya? kau tidak mengadakan pesta?" sengit Rachel.

Arthur menaikkan kedua bahunya. "Pesta hanya membuang buang waktu. tanpa pesta kami juga sudah sah sebagai suami dan istri."

"Kau memang tidak pernah berubah. Kasihan istrimu. dia punya hak untuk memperkenalkan diri pada teman dan kolegamu." ujar Rachel masih dengan raut wajah kesalnya.

"Hei, jangan salahkan aku. ini juga idenya Helena." Jawab Arthur dengan dagu terangkat menunjuk punggung istrinya yang benar benar sibuk membersihkan lemari kaca.

'Sejak kapan dia memiliki penyakit OCD?' pikir Arthur saat melihat istrinya sibuk membersihkan noda ditempat yang sama terus menerus.

"aku benar benar tidak menyangka. kau, Artie si 'anti komitmen' akhirnya menikah juga."

Rachel memutar kepalanya mengikuti pandangan Arthur. "dengan Helena? Helena 'the little grumple witch' bukankah kau menyebutnya begitu?" tanya Rachel penasaran. sedangkan Arthur lagi lagi hanya mengangkat bahu sambil tersenyum.

"jalan takdir adalah sebuah misteri." Ucapnya dengan senyum sejuta arti.

Ya, permainan takdir yang dijalaninya sekarang sungguh sungguh membingungkan. semalam dia masih sibuk dengan kegiatan bujangannya dan esoknya dia sudah memiliki istri dan calon bayi.

Semalam dia masih sibuk bertengkar dengan seorang wanita gila dan sekarang wanita gila itu menjadi istrinya.

Wanita gila yang membangkitkan gairahnya.

Arthur menatap punggung kaku Helena yang kini terbungkus kemeja putih besar yang menjuntai menutupi hot pants denimnya.

Kaki jenjangnya yang polos begitu menggoda imannya. Arthur menggigit bibirnya saat memikirkan apa yang bisa dilakukan lidahnya di kulit mulus kecoklatan Helena.

Oh, god! aku mengeras seperti batu.

Arthur berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri didepan Rachel dan dari dasar hati yang paling dalam berharap temannya itu pulang sehingga dia bisa menyalurkan hasratnya.

Arthur hanya terus tersenyum setiap Rachel berbicara kalimat demi kalimat. pikirannya sendiri sudah sibuk memikirkan cara memberikan kepuasan pada dirinya dan istrinya.

Kegiatan yang banyak menggunakan jilatan dan erangan.

Yeah, baby!

****

Helena masuk kedalam kamar dan menguncinya setelah Rachel pamit pergi untuk mengurus beberapa urusan dan si Nerd Artie menawarkan dirinya untuk menghantar Rachel hingga lobby apartemen.

Tak menyadari sedikitpun kejengkelan yang melanda seluruh tubuh Helena.

Merasa perlu membalas perlakuan Arthur, Helena pun berinisiatif untuk membiarkan Arthur tidur di sofa malam ini.

Helena sudah bersiap siap masuk kedalam selimut saat terdengar kenop pintu diputar, kemudian disusul gedoran dari luar.

"Helena. kenapa kau mengunci pintunya?" tanya arthur. Helena hanya mendengus dan kembali berbaring diatas tempat tidur.

"Hei, buka pintunya. aku juga ingin tidur!" teriak Arthur dan lagi lagi tidak ada tanggapan dari Helena.

"Helena? seriously, open the door!" teriak Arthur frustrasi yang terus menggedor pintu kamar.

Gedoran tiba tiba berhenti, berganti dengan nada dering dari ponsel Helena. nama 'idiot Artie' terpampang dilayar.

"Jawab panggilanku Helena!" teriak Arthur.

"Helena, kau kenapa?! apa kau sakit?!" teriak Arthur lagi. rasa khawatir terdengar dari suaranya.

"Please.. Helena jawab." ucap Arthur.

Helena menggigit bibirnya saat mendengar suara Arthur bergetar. terdengar begitu khawatir dan cemas terhadapnya.

Helena mengelus layar ponselnya dan menjawab panggilan Arthur.

"Helena! helena, whats wrong?" Tanya Arthur.

"Malam ini aku ingin tidur sendiri." jawab Helena dingin.

"What??"

"Selimut dan bantal sudah kusediakan disofa untukmu." -klik

Helena langsung memutuskan panggilan. Ia takut semakin banyak Arthur diberi kesempatan bicara maka Hatinya juga ikut luluh sehingga Arthur akan menang.

"Helena, jangan bercanda! kenapa... kenapa kau... Ciuman itu, sentuhan itu untuk apa!" Arthur tidak tahu harus berkata apa lagi. sekejap dia memberikan sedikit kenikmatan kemudian meninggalkannya dengan hasrat yang menggantung begitu saja.

Ponsel Arthur bergetar. satu pesan masuk muncul dilayar ponselnya. kemarahan dan kekesalan memuncak menuju ubun ubunnya saat membaca pesan singkat dari Helena.

'Jangan salahkan aku untuk tekanan seksual yang tidak bisa kau tahan, old man'

Arthur melangkah menjauh dari pintu kamar dengan mulut yang terus meracau menuju sofa.

Takdir memang sebuah misteri. baru saja Ia menginjak surga ternyata malah jatuh terjerembat ke lubang neraka.

Permainan takdir yang membuatnya menikahi wanita keji seperti Helena Morrison.

***

Helena terbangun dari tidurnya. begitu terkejut melihat sepasang mata hijau itu menatap matanya lekat penuh amarah.

"Apa maksudnya?" tanya Arthur.

Helena bergerak menjauh dari jangkauan tubuh Arthur. pikirannya begitu kacau, berusaha memikirkan bagaimana dirinya bisa bangun diatas tubuh Arthur.

"Kau mengatakan ingin tidur sendiri malam ini dan mengusirku dari kamarku sendiri.." Arthur menekan kata perkata, membuat bulu kuduk Helena berdiri. "dan.. kau malah tidur diatas tubuhku yang berbaring tidak nyaman diatas sofa. aku bahkan belum sembuh total.."

Arthur menekan pelipisnya, berpura pura tampak sakit didepan Helena yang salah tingkah.

"Sebenarnya apa masalahmu?" tanya Arthur.

Helena menggigit bibirnya. dia sendiri bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

"Aku sama sekali tidak tahu kenapa aku bisa tidur diatas tubuhmu. aku hanya bermimpi aku berjalan menuju kasur yang empuk" tukas Helena.

Sebelah alis Arthur naik, menyelidik Helena yang mulai merasa gerah. Ia pun bergegas kembali kedalam kamar. Tapi Arthur menahan pergelangan tangannya.

"Maksudmu, kau menggigau. Berjalan sambil tidur kearahku?"

Helena mengangguk.

"Bukankah itu berarti alam bawah sadarmu mencariku atau lebih tepatnya kiddo yang mencariku." alis Arthur bergerak gerak, membuat Helena mengernyit tidak suka. senyum licik terpasang diwajahnya.

Helena merasakan aura intimidasi menguar dari tubuh Arthur. tanpa sadar Ia mundur dan Arthur dengan langkah lambat maju mendekatinya.

Seperti seekor macan yang melihat mangsanya dari kejauhan. perlahan lahan semakin mendekat kearah mangsa. penuh perhitungan mengincar mangsanya.

Saat Helena tersadar, Ia bergegas menuju kamar. saat Ia akan menutup pintu, tangan Arthur muncul menahan pintu agar tetap terbuka.

"Lepaskan tanganmu dari pintu." geram Helena. punggungnya bersandar dibalik pintu, sekuat tenaga membuat pintu tertutup.

"Tidak. kau yang harus menjauh dari pintu." ujar Arthur berusaha melawan Helena.

"Aku ingin kau keluar!"

"Tidak untuk hari ini beb, malam ini aku ingin tidur diatas tempat tidurku di kamarku dengan kiddo didekatku." Jawab Arthur cepat. "Menyerahlah." geram Arthur sambil terus mendorong pintu untuk terbuka.

"Tidak akan!"

Kaki Helena terus terseret menjauh. semakin berusaha dia menutup pintu semakin kuat pula dinding yang menghalanginya.

"Aaa!!!" Helena berteriak saat Ia mulai terjepit antara dinding dan pintu yang kini terbuka lebar.

Arthur masuk dengan senyum yang penuh kemenangan menarik lengan Helena menjauh dari pintu.

Pintu dibantingnya hingga menutup. sebelum Helena bisa berkedip tubuhnya sudah dihempas keatas kasur.

Saat Ia akan bangkit tubuh besar Arthur sudah menghimpitnya. kedua tangan Arthur membekap tubuh Helena sehingga menempel ditubuh Arthur.

Helena meronta, tangan dan kakinya terus bergerak untuk membuat tubuh besar Arthur menjauh.

Tapi perlawanan Helena sia sia. semakin dia melawan semakin Arthur melilit tubuh Helena dengan tubuhnya.

"Lepaskan! Nerd!!" Arthur tak bergeming sama sekali. senyum menghias wajahnya saat menatap mata Helena yang penuh amarah.

"Lepaskan atau aku akan berteriak sekuat kuatnya sampai seluruh penghuni apartemen datang kesini!"
Bentak Helena tapi Arthur sama sekali tidak bergeming.

"Oke! aku akan berteriak.. to-!"

Arthur membekap mulut Helena dengan bibirnya. Bahkan Helena tidak sempat menutup matanya karna gerakan tiba tiba Arthur.

Helena ingin memberontak tapi cecapan dan gigitan Arthur pada bibir bawahnya membuat Helena mulai dikuasai gairah yang tadi siang sempat tertunda.

Arthur dengan lembut merangsang Helena dengan kecupan kecupannya kemudian menggigit bibir Helena.

Bahkan lidahnya mulai masuk kedalam mulut Helena. merasai setiap sudut mulut Helena.

Lidahnya bergerak dan menggoda lidah Helena untuk turut andil dalam pergolakan hasrat yang kini mulai muncul diantara mereka.

Seakan mengiyakan ajakan Arthur lidah Helena bergerak mengait lidahnya. saling membelai dan meresapi.

Kedua tangan Helena terkepal didada Arthur. sedangkan tangan Arthur mengusap usap punggung Helena.

Hanya sebuah ciuman tapi hasrat dan gairah diantara mereka langsung muncul, bagaikan sebatang korek api yang jatuh ke tumpukan minyak yang dalam sepersekian detik memunculkan kebakaran yang tidak dapat dipadamkan.

Kesadaran yang dimiliki Arthur perlahan lahan mulai terbang dan melambung menuju langit ketujuh. Tapi logikanya masih kuat bertahan.

Logikanya bekerja dengan cepat memikirkan akibat yang timbul apabila kegiatan ini terus dilanjutkan.

1. Kalau mereka berhubungan badan. hubungan nyaman yang mereka miliki sekarang akan rusak.

2. Saat kiddo lahir, urusan perceraian akan menjadi sulit karna adanya persetubuhan didalamnya-apalagi kalau dia yang ketagihan(sudah bisa dipastikan)

3. Perlu adanya perubahan kontrak nikah. mereka melakukan persetubuhan tapi tidak melibatkan kesepakatan mereka yang lama.

4. Malam ini bukanlah malam yang tepat.

Arthur mencium Helena dengan kasar sebelum melepaskannya. Helena yang masih dikuasai gairah merasa linglung saat Arthur melepaskan ciuman mereka.

Arthur semakin erat membekap tubuh Helena. dagunya bersandar di puncak kepala Helena. memikirkan pasal pasal pada peraturan pajak. berusaha meredam nafsu gairahnya.

"Tidurlah." ucap Arthur pelan. Helena masih tampak bingung tapi mengikuti perintah Arthur, karna dirinya memang sudah mengantuk.

Berada dalam dekapan Arthur membuat tubuh dan pikirannya begitu rileks dan nyaman. dengan cepat Helena jatuh kealam mimpi.

"Tidurlah selagi kau masih bisa. saat kesepakatan disepakati, kupastikan tidak ada waktu untuk tidur."

______________________

Senin, 11 Juli 2016

Karma Circle part 8


Arthur berjalan melewati Helena yang mengamuk padanya tanpa merasa bersalah sama sekali.

Dia pura pura tak mendengar semua teriakan dan amarah Helena yang membuat istrinya itu semakin terbakar api amarah.

"Kita harus pindah!!"

Helena mendahului Arthur dan berdiri didepannya.

"Kita tidak bisa pindah Helena." jawab Arthur dengan nada acuh berjalan menuju kamar sambil membawa koper mereka.

"Aku tidak mau tahu! pokoknya kita harus pindah!"

Helena dengan keras kepala kembali menghentikan langkah Arthur.

"Aku bilang tidak bisa. ya, tidak bisa. lagi pula apartemen ini sangat nyaman." Cuek arthur.

"Oh, apartemen ini memang sangat nyaman. tapi, aku tidak suka dengan ide satu kamar dalam apartemen ini!" Gerutunya.

"Hanya ini yang tersisa. Mereka memesankannya saat aku masih bujangan." jawab Arthur sambil lalu. melewati Helena lagi, menuju dapur.

"Tapi sekarang kau sudah menikah, seharusnya mereka memberikan apartemen yang lebih luas."

Arthur hanya diam sembari mengisi dua gelas dengan air putih.

Helena menyipitkan sebelah matanya saat melihat gelagat arthur. "Jangan katakan, kau belum memberitahu mereka kalau kau sudah menikah?"

"Bingo."

Arthur meneguk air sambil mengedipkan sebelah matanya pada Helena yang semakin marah, kaki istrinya itu sibuk menghentakkan lantai dengan ujung heelsnya.

Arthur merasa geli sendiri melihat sikap keras Helena yang ingin memiliki kamar terpisah darinya.

Memangnya apa yang dipikirkan Helena tentangnya. menerkam dia saat tidur? Arthur mendengus memikirkannya.

Istrinya terlalu berharap.

mereka menikah karna tanggung jawab bukan karna cinta jadi tidak akan mungkin ada sentuh menyentuh dalam pernikahan mereka.

Helena kini berkacak pinggang dudepannya. "Arthur! kalau kau tak mau pindah, aku akan cari apartemen sendiri."

"Silahkan. aku tidak akan melarangmu."

Helena menatap Arthur tak percaya, menatap pada pria cuek didepannya yang tak berusaha sedikitpun untuk menentang kepergiannya. dia pun menggeram marah sembari mengangkat kaki keluar.

"Helena!" Arthur tiba tiba memanggil Helena saat ia sudah berada didepan pintu.

"Apa?!"

Helena berhenti dengan wajah berkerut, merasa akan dihalangi kepergiannya oleh Arthur tapi dadanya sedikit membuncah senang saat arthur menghentikan langkahnya untuk keluar dari apartemen.

"Aku sarankan kau membeli sebuah kamus." Arthur kembali mengedipkan sebelah matanya, menggoda istrinya yang dalam sekejap dipenuhi oleh api amarah.

"Selamat mencari."

Arthur terkekeh mendengar Helena yang berteriak marah dari balik pintu.

"Dasar Miss bossy. Dia akan membutuhkan ini saat kembali." ujarnya sembari meletakkan segelas air diatas mini bar.

***

Sudah hampir sejam Helena berdiri di lobi apartemen. Ia merasa begitu asing dengan negara yang baru didatanginya itu.

Telinganya pusing mendengarkan orang orang di sekitar yang bercuap cuap dengan bahasa asing yang sama sekali tidak dipahaminya.

Beberapa laki bertubuh gempal menyapanya. membuatnya semakin takut.

"Puedo ayudarle, senorita?"

"What? no no.. hush..Menjauhlah."

Helena sibuk mengipas ngipaskan tangannya sambil menjauh dari laki laki besar bertubuh gelap yang tiba tiba muncul didepannya.

Tetapi laki laki itu masih saja mengikutinya. merasa terancam Iapun kembali berlari kedalam apartemen dengan putus asa memaki maki Arthur dalam hatinya.

"Terkutuklah kau, Arthur Morrison."

***

Arthur berbaring diatas ranjang sembari mengecek beberapa email yang masuk di Mac-nya.

Jantungnya serasa melompat saat mendengar pintu dibanting. kemudian suara hak sepatu yang berisik terdengar didapur.

Arthur menggelengkan kepalanya saat terdengar lagi suara gelas yang dihempas keras.

"Kau kembali?" tanya Arthur sarkastis dengan alis terangkat saat Helena muncul dikamar dan mengacuhkannya menuju kamar mandi.

Beberapa menit kemudian Helena keluar dengan T-Shirt hitam longgar sebatas paha. celana dalam renda berwarna merah mengintip dari balik T- shirtnya saat dia berjalan.

Oh, sayang. kalau kau ingin menjauh dari bahaya sebaiknya kau memakai baju perang yang lebih sopan.

"Jangan sekalipun berpikir kau bisa menyentuhku."

"Kau terlalu berharap." ujar Arthur santai tanpa sekalipun melepaskan pandangannya dari Mac. merasa ditolak, harga diri Helena merasa diinjak injak yang membuat emosinya semakin meledak.

"Kau tetap di posisimu atau aku akan memotong kedua bola mu.paham?!"

Helena berdiri didepan ranjang, berkacak pinggang. raut wajahnya menggambarkan jelas ancamannya. Sedangkan Arthur merinding membayangkan apa yang akan terjadi dengan bolanya.

"Yes, ma'am."

Helena dengan kesal dan mulut yang terus cemberut masuk kedalam selimut, membelakangi Arthur yang kesusahan menelan ludah akibat ancaman helena.

Dia merasa memelihara anak kucing liar yang sedang senang menunjukkan cakar dan taring kearahnya.

Arthur menghela napas dan kembali berkutat pada Mac.

***

"Daddy!!"

Bayi raksasa dengan popok menggantung di pinggulnya berlari kearah Arthur yang berusaha melarikan diri.

Benda benda disekitar Arthur berguncang setiap kaki bayi raksasa itu menginjak tanah.

"Menjauhlah.. hush.. hush!!" Arthur berteriak, kakinya yang panjang mengambil langkah seribu menjauh dari terkaman bayi raksasa yang berliur.

"Aku mendapatkan mu." ujar sibayi sambil cekikikan ketika jari jari gempal melilit tubuh Arthur.

Arthur bergerak gelisah. berusaha melepaskan diri tapi cengkeraman si bayi begitu kuat membuatnya putus asa.

"Turunkan Aku, boy. Oke. aku janji kita akan bermain."

Si bayi menggeleng dengan kelewat bersemangat yang membuat air liurnya ikut berterbangan.

Arthur mengernyit saat kepala si bayi tiba tiba berubah menjadi kepala Helena.

"Saatnya memotong bola mu, Nerd."

"Ti.. tidak tidak!! TIDAK!!!"

Arthur terbangun dari mimpi buruknya. matanya mengerjap beberapa kali, memandangi isi kamar barunya.

Ia bernapas lega saat menyadari semua yang dialaminya barusan hanyalah sebuah mimpi buruk. Arthur berusaha beranjak tapi tubuhnya kaku. Kini sesuatu melilit tubuhnya dengan kuat.

Arthur sedikit lega ketika Helena yang sedang tidurlah yang memeluknya atau lebih tepatnya melilit tubuhnya seperti bantal guling.

Pantas saja dia bermimpi buruk seperti tadi. Arthur berusaha melepaskan tangannya tapi hanya jari jarinya yang bisa bergerak di sisi tubuhnya

Arthur mencoba kembali menggerakkan tangannya hingga mendarat di permukaan yang lembut.

Hemm apa ini?

Kelima jari Arthur terbenam kedalam sesuatu yang lembut dan kenyal. tangan Arthur yang gatal terus meremasnya.

Bulat, kenyal, lembut dan halus... hemm sempurna.

"Eheem!"

Arthur tersadar memandang ke bawah dan menatap mata Helena yang kini sudah terbuka dan diliputi amarah.

"Aku tidak berbuat apa apa!" Arthur melepaskan genggamannya dan melarikan kedua tangannya pada selangkangannya berusaha melindungi dua bola berharga yang berada disana.

PLAAAAK!!!

Ouch.. dia melupakan pipinya.

***

"Aku juga korban disini. bukan hanya kau!"

"Tapi tanganku tidak menggerayangi tubuhmu dan melakukan gerakan asusila." Helena melotot pada arthur yang menghela nafas dengan gaya tidak terima.

"Asusila! yang benar saja. aku hanya mencolek pantatmu sedikit."

"Aku bisa memfoto cetakan tanganmu dipantatku dan itu bukanlah colekan tapi sebuah Remasan." Sahut helena yang tanpa sadar menggenggam pantatnya sendiri.

"Kalau begitu kau juga melakukan sebuah asusila padaku." Balas arthur sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

"Aku?! Omong kosong, kau bahkan tidak memiliki bukti."

"Kau ingin bukti? aku bisa menunjukkan kepada dokter lebam di lengan dan dipahaku saat tangan dan kakimu melilitku untuk dijadikan visum! Ada indikasi disana sebuah perbuatan asusila karna aku tidak pernah menyuruhmu untuk memelukku."

Arthur mengusap usap lengannya berusaha menjadi orang yang teraniaya. belum lagi pipinya yang masih berdenyut dan merah akibat tamparan dari Helena.

"Kau... eph.." Helena membekap kedua mulutnya dengan mata menyalang kemudian berlari menuju kamar mandi.

"Kau kenapa?" Arthur setengah berlari mengejar Helena.

"Hueek..."

Helena terduduk didepan closet. mengeluarkan seluruh isi perutnya. Arthur yang tidak tega sekaligus bingung langsung menghampirinya.

Menarik rambut Helena yang kusut didekat wajahnya dan menggulung nya keatas.

Tangan Arthur yang lain sibuk mengusap punggungnya mencoba meredakan sakit yang didera Helena.

"Kita harus kerumah sakit"

Helena menggeleng dan kembali muntah.

"Kau terus muntah..." Helena mendorong Arthur dan kembali muntah.

"Kenapa kau mendorongku? aku mencoba membantu disini. kalau kau memang tak setuju, kau cukup mengatakannya."

"Aku sedang sibuk mengeluarkan isi perutku disini! bisakah kau membantuku dalam diam!" Helena berhasil berhenti muntah, ia berusaha berjalan menuju wastafel, tapi langkahnya yang gontai membuatnya hampir terjatuh.

"Maaf." Arthur dengan sigap memeluk pinggangnya dan membawa Helena menuju wastafel untuk mencuci mulutnya.

Dengan telaten arthur merapikan rambut helena kebelakang sehingga tidak mengganggu helena saat berkumur kumur.

"Bawa aku ke tempat tidur." pinta Helena.

"Apa kau yakin tidak ingin kerumah sakit?" Tanya arthur sekali lagi.

"Please, Arthur."

Helena lebih memilih muntah seharian daripada kerumah sakit. Membayangkan tempat serba putih itu saja sudah membuat kepalanya pusing.

Arthur menghela napas dan memapah Helena menuju tempat tidur. direbahkannya tubuh Helena diatas ranjang kemudian menyelimuti tubuh Helena hingga menutupi dagunya.

Arthur mengusap peluh di dahi Helena dengan punggung tangannya dan menjauhkan anak rambut yang berserakan dari dahi Helena

"Apa kau selalu mengalami ini setiap pagi?" tanya Arthur sambil terus melap keringat diwajah Helena.

"Hemm." Helena bergumam berusaha menenangkan perutnya yang masih bergejolak.
Mendengar pengakuan helena muncul rasa bersalah dalam diri Arthur. setiap pagi Ia harus mengalami penderitaan seperti ini sedangkan dia enak enakan menyantap sarapan. Arthur memandang wajah tirus helena yang tampak kelelahan. Matanya terpejam dengan alis yang sedikit berkedut.

"Maaf. aku tidak ada disana saat kau mengalami ini." Arthur dengan tulus meminta maaf dan naik keatas kasur memeluk tubuh Helena yang dibasahi oleh keringat. Membuat tubuh helena menegang menerima pelukan yang tiba tiba itu.

"Maaf atas ketakutan yang kau alami saat pertama kali mengetahui hal ini."

Arthur mengecup puncak kepala Helena.

"Maaf membiarkan mu mengalami hal ini sendirian. aku minta maaf."

Kalimat sedethana yang diucapkan arthur entah kenapa begitu bermakna untuk Helena. Hingga ia menangis didada Arthur.

ketakutan dan kesakitan yang dialaminya begitu mencekam. tak ada tempat berbagi tak ada tempat untuk melepaskan ketakutannya selama ini.

Karna dia sebatang kara. berpijak dengan kedua kakinya tanpa ada siapapun yang menopangnya. Semua dipikulnya sendiri.

Helena menangis sejadi jadinya. Membuat arhur begitu pilu begitu menyesakkan saat mendengar istrinya menangis. Arthur mengusap punggung Helena yang bergetar, berusaha mengurangi beban yang dipikulnya.

Helena menengadahkan wajahnya yang basah karna air mata menatap Arthur. Arthur tersenyum kemudian mengecup kelopak mata Helena yang tertutup turun menciumi pipinya yang basah.

"Sekarang kau tidak sendirian lagi. ada aku, ada anak kita. Kami selalu ada disisimu."

Arthur kembali memeluk Helena.

***

Helena terbangun setelah beberapa jam tertidur. tangan dan kakinya kembali melilit tubuh Arthur.

Membuat dirinya sendiri terkejut dengan yang alam bawah sadarnya perbuat.

"Pagi lagi."

Pemilik suara serak menyapanya. Arthur yang sudah terbangun dari tadi menatapnya dengan sorotan geli.

Arthur sudah belajar dari pengalaman. sehingga tangannya kini berada dikedua sisi tubuhnya tak berani bergerak sedikitpun.

Sedangkan Helena terpaku oleh tatapan mata hijau Arthur tanpa kacamata yang menghalangi. Warna hijau yang cerah bertabur wana abu abu yang bias ditepinya membuat warna hijau itu semakin cemerlang seperti warna batu zambrud.

Matanya tak sedikitpun berkedip menatap Helena yang mulai merasakan panas dingin disekitar perutnya.

Tubuh Arthur mendekat, bibirnya hanya berjarak satu centi dari bibir Helena. Membuat jantung Helena mulai berdegup dengan kencang. darah dipompa cepat di seluruh urat nadinya.

Apa ini? perasaan apa ini?

Helena bertanya pada dirinya sendiri saat Ia merasakan sesuatu yang mengembang di perutnya seperti mengharapkan sesuatu.

Saat bibir Arthur semakin mendekat hingga Ia bisa merasakan deru nafas Arthur, Helena spontan menutup matanya. Menunggu bibir Arthur menyatu dengan bibirnya.

Alih alih penyatuan bibir. Arthur menempelkan dahinya di dahi Helena. Mengukur dengan seksama suhu badan Helena.

"Suhu badanmu sudah kembali normal. Warna kulitmu juga berwarna lagi... Bahkan, lebih berwarna." Arthur mundur untuk mengamati wajah Helena yang tiba tiba memerah.

Malu dengan kelakuannya sendiri, Helenapun mendorong dada Arthur untuk menjauh.

Helena berdeham untuk mengendalikan emosinya. "Apa kau tidak kerja?"

Arthur menaikkan bahunya. "aku ragu meninggalkanmu sendiri di rumah."

Helena menaikkan sebelah alisnya saat mendengar perkataan konyol arthur. "Aku baik baik saja. Mual hanya terjadi di pagi hari setelah itu dia tidak akan muncul lagi."

Arthur meragu, membuat Helena berdecak kesal. Dia hanya morning sickness bukan pasien gawat darurat yang setiap menit harus dijaga.

"Ku yakinkan padamu ini memang selalu terjadi pada ibu hamil. Hormon kami bekerja dengan berlebihan." ujar Helena seraya turun dari tempat tidur.

Arthur dengan cepat menarik pergelangan tangan Helena sehingga Ia kembali berbaring diatas tempat tidur.

Arthur naik keatas tubuh Helena. menggenggam masing masing tangan Helena dan meletakkannya disisi tubuh Helena.

Arthur terkekeh saat melihat mata Helena yang melebar karna terkejut. Arthur menatap kearah payudara Helena yang naik turun. Senyum kecil terlihat disudut bibirnya.

Jantung Helena berdetak dengan kencang. Otaknya mulai membayangkan malam yang tak seharusnya terjadi. Malam dimana jari jari tangan Arthur membelai setiap inci kulitnya. Malam dimana benih ditaburkan.

Membayangkan hal itu membuat celana dalam Helena basah seketika. Kedua paha Helena saling mengapit, menyembunyikan bukti gairahnya.

Helena menggelengkan kepalanya, berusaha bersikap rasional dan mengesampingkan hasrat libidonya yang timbul.

"Apa yang kau lakukan!" teriak Helena, berusaha melepaskan kedua tangannya dari cengkeraman Arthur. Berusaha menjernihkan pikirannya.

"Sssshhhh... tenanglah."

Kepala Arthur turun dari payudara Helena menuju perutnya. Sumpah serapah terlontar dalam hatinya saat ujung hidung Arthur menyentuh tepi putingnya. mengakibatkan putingnya menegak minta disentuh dan disayang.

Arthur menunduk dan mencium perut Helena. Dalam sekejap perut Helena menghangat akibat kontraksi. Sekelompok kupu kupu berterbangan diperutnya, menyebabkan seluruh kulitnya meremang akibat sentuhan Arthur.

"Hai kiddo." Sapa Arthur didepan perutnya yang masih rata.

"Ini Daddy." Arthur mengedipkan mata pada Helena saat mereka bertemu pandang dan Arthur kembali melihat perut Helena.

"Daddy akan pergi kerja untuk mencari uang yang banyak untukmu. Jadi mommy akan sendirian dirumah. Daddy harap kau tidak berulah kiddo.. Jangan menyusahkan mommy. Oke?"

Arthur memiringkan kepalanya dan mendaratkan sebelah kupingnya ke perut Helena. Mata hijaunya menatap wajah Helena lekat. Helena sendiri hanya bisa tercengang membalas tatapan arthur.

"Aha... Hmm.. Oke, oke." Arthur bergumam seperti sedang berbicara dengan seseorang.

Helena hanya bisa terdiam tak berkutik. Perutnya tanpa sengaja mengempis saat merasakan hangat wajah Arthur dikulitnya. Helena hanya berharap, semoga kali ini tidak ada bunyi perut kelaparan yang memalukan lagi.

Arthur mengangkat kepalanya tanpa memutuskan pandangannya dan sebuah senyum melekat erat diwajahnya. "kiddo ingin kau berjanji untuk tidak berkeliaran kemana mana dan menelpon Daddynya setiap jam."

Alis Helena mengkerut. Bingung akan kalimat arthur. Kedekatan mereka membuat otak helena tak bisa berkerja dengan baik "a.. aku.."

Sebelum helena selesai bicara, Arthur mencium perut Helena tiba tiba, membuat Helena kembali terdiam.

"Mommy mengatakan iya. Jadilah anak baik, kiddo." Ucap arthur.

Arthur mencium perut Helena sekali lagi dan melepaskan pergelangan tangan Helena.

Sebelum Helena sempat protes dan kembali waras Arthur sudah berlari menuju kamar mandi.

Helena mengutuk dirinya dan memaki dengan bahasa yang paling kotor karna merasakan gairah atas perbuatan Nerd Arthur.

***

"Mana handphone mu?" Tanya Arthur yang muncul di dapur saat Helena sedang menyiapkan sarapan dari bahan bahan seadanya.

"Untuk apa?" tanya Helena tanpa repot repot berbalik menghadap Arthur. Sibuk menata isi sandwichnya.

"Apa kau tidak mendengar, apa yang dikatakan kiddo tadi pagi?" nada mengejek terdengar dari kalimat Arthur membuat Helena mau tak mau menatapnya.

Kedua alis Helena kembali terpaut dengan eksperesi ngeri menatap penampilan Arthur.

"Kau serius akan pergi kerja dengan dandanan seperti itu?" tanya Helena sambil berkacak pinggang menatap Arthur dari bawah hingga keatas.

Arthur ikut memandang pantulan dirinya sendiri dari lemari es. Arthur bingung, dia merasa tidak ada yang aneh ataupun salah dari penampilannya.

Jas abu abu tua,celana dan dasi dengan warna senada ditambah kemeja putih didalamnya.

Ia tampak luar biasa, mengapa Helena menatapnya seakan akan dia memakai gaun tipis wanita tua milik neneknya dengan rol rol rambut warna warni menghias kepalanya.

"Tidak ada yang salah dengan penampilanku." ujar Arthur.

"Semua yang kau pakai membuatmu terlihat berlipat lipat lebih tua. Hell, tentu saja itu salah." ucap Helena dengan sarkastis.

"Benarkah?" Desah Arthur kembali menatap pantulan dirinya. wajahnya tampak sendu membuat Helena merasa bersalah tak menyangka Arthur tiba tiba menjadi begitu sensitif.

"Kemarilah." Helena menarik tangan Arthur dan kembali membawanya kedalam kamar.

Membuka lemari pakaian dan memilah milah isi lemari. mengambil satu baju dan menempelkannya didepan tubuh Arthur.

Arthur menggigit bibir bawahnya dan berdiri diam dibelakang helena yang sibuk membongkar isi lemari Arthur.

Setelah beberapa kali cek dan ricek isi lemari. Akhirnya Helena mengambil kemeja bergaris berwarna ungu, dasi berwarna unggu yang lebih gelap dan satu stel jas berwarna abu abu pudar.

"Kau menyuruhku memakai warna janda?"

Salah satu alis Arthur naik menanyakan selera fashion Helena, sedangkan Ia hanya memutar bola matanya.

"Tak kusangka kau mempercayai mitos seperti itu. Ungu sekarang sudah menjadi warna universal bukan hanya untuk seorang janda. Sama seperti pink, warna itu sekarang sudah bisa dipakai untuk semua gender."

Sebelum Arthur mulai berargumen Helena mendorong Arthur ke kamar mandi dan menutup pintu.

"Ganti pakaianmu dengan itu dan temui aku di dapur!" teriak Helena seraya pergi meninggalkan Arthur yang mengomel didalam kamar mandi.

Sesampai di dapur Helena sibuk menyiapkan sandwichnya kemudian merasa tidak enak hati pada Arthur dan menyiapkan satu sandwich lagi untuk Arthur. Lagu yang di senandungkan Helena saat menyiapkan sandwich terhenti ketika Arthur muncul dengan wajah bertekuk. Kedua lengannya terbentang menanyakan pendapat.

"Bagaimana? apa aku masih terlihat tua?" tanyanya.

Helena berdiri mengamati Arthur. telunjuknya bergerak memutar, memberikan perintah pada Arthur untuk mengikuti gerakan tangannya.

Tanpa banyak bertanya Arthur berputar dan kembali menghadap Helena yang menyipitkan matanya mengamati penampilan Arthur, berlagak seperti seorang pengarah gaya.

"Yaph mamamia! mahakarya yang luar biasa dari seorang Helena Hugo." ujarnya bangga.

"Morrison, Helena Morrison. ingat kau sudah menikah." tegur Arthur membetulkan.

Jari manis Arthur yang terpasang cincin emas naik keudara. mengingatkan mengenai status mereka pada Helena yang kembali memutar kedua bola matanya.

"Duduk dan makanlah. ada satu hal yang akan kuperbaiki darimu."

Arthur duduk disebelahnya. mengambil piring yang berisi sandwich beberapa lapis. Arthur memakan dengan lahap, tak pernah tahu ada sandwich seenak buatan Helena.

"Pantas saja cafe mu laris. Ini sangat enak." puji Arthur dengan mulut terisi.

Helena mengernyit. "kau jorok! Abiskan makananmu dulu, baru berbicara..." Helena kemudian berdeham dengan senyum mulai menghiasi wajah cantiknya. "well, terima kasih pujiannya."

Arthur mengangguk sambil terus melahap makanannya. Sama sekali tak sadar saat Helena mendekat kesampingnya. jari jari lentik Helena mendarat di rambut Arthur yang sudah disisir dengan model klimis. Mengacak acaknya.

"Aba Bang ko bakukan?" Tanya Arthur dengan mulut penuh makanan.

"Mempermuda dirimu. Makan saja makananmu. Jangan banyak bergerak." perintah Helena.

Arthur hanya diam, menikmati sentuhan tangan Helena di kulit kepalanya. aliran darah mengalir deras ke sekujur pembuluh darahnya ketika payudara montok Helena menggesek lengannya.

Isi kepala Arthur sibuk membayangkan kekenyalan payudara Helena dikedua tangannya, membuat sesuatu didalam celananya berkedut dan mulai bangun.

Berkedut semakin kuat saat mencium aroma Helena yang begitu menggiurkan. Makanan terlupakan begitu saja. Arthur menutup matanya, hidungnya sibuk mengendus aroma Helena.

"Sekarang kau terlihat lebih muda." ujar Helena sembari menjauh menatap karyanya dengan bangga. kemudian mengernyit melihat eksperesi damai Arthur dengan kedua mata yang terpejam.

"Kau makan sambil tidur?" Tanya Helena membangunkan Arthur dari lamunan tak senonohnya.

"Apa? ti.. tidak. aku hanya mengagumi rasa makananmu. menghayati cita rasanya." jawab Arthur kelabakan.

"Nerd." ucap Helena sambil menggeleng kemudian memakan sandwichnya.

Arthur bernafas lega karna Helena tidak curiga kemudian mengalihkan pembicaraan.

"Mana handphonemu?"

Capek dengan argumen tak masuk akal Arthur tentang kiddo Helena pun memberikan handphonenya.

Arthur menekan tombol satu dan melihat ada kontak disana. kontak tersebut bernama Luke Lennings.

Nama pria itu membuat Arthur seketika jengkel dan menghapus kontak tersebut tanpa sepengetahuan Helena. terkekeh saat dia menyimpan nomornya kedalam speed dial satu kemudian menekan tombol panggil.

Nomor Helena muncul di layar handphone miliknya. setelah nomor benar benar tersimpan, Arthurpun mengembalikan handphone Helena.

"Aku akan berangkat." Arthur bergegas mengambil tasnya yang berada didalam kamar.

"Hmm." jawab Helena yang masih sibuk dengan makanannya.

"Ah, aku lupa." ucap Arthur ketika sudah sampai di pintu depan dan kembali menemui Helena.

"Apa?" tanya Helena bingung saat Arthur mendekat. Arthur tanpa rasa bersalah mengecup pipi Helena. Helena hanya membelalak kaget dengan tingkah Arthur.

"Terimakasih untuk make over dan makanannya." ucap Arthur kemudian melenggang pergi meninggalkan Helena yang masih terdiam.

Tangannya naik menyentuh sesuatu yang memanas di pipinya tempat bibir Arthur mendarat dengan mulus.

Belum selesai Helena terkejut, wajah Arthur kembali muncul mengagetkannya.

"Satu hal lagi. aku sudah menghapus kontak Luke-ntah-siapa-itu dan menggantinya dengan nomorku." ujar Arthur sambil mengedipkan sebelah matanya, kemudian benar benar pergi meninggalkan Helena yang kali ini penuh amarah setelah mengecek kontak di ponselnya.

"Dasar Nerd!!!"

Arthur kembali terkekeh mendengar teriakan Helena di lorong apartemennya. bersiul menuju lobi dengan suasana hati yang begitu berwarna.

Jumat, 04 Desember 2015

Karma Circle part 7

Silakan dibaca ditunggu kritik dan sarannya

V(^^)

______________________

Helena sibuk melempar beberapa bajunya kedalam koper. kemudian berjalan tergesa gesa mengambil peralatan mandi di kamar mandi dan kembali melemparkannya kedalam koper.

Walaupun tubuhnya sibuk berseliweran kemana mana, mengambil semua yang dibutuhkan untuk keberangkatannya ke Spanyol. tapi pikirannya sibuk memikirkan hal lain.

Cincin emas di jari manisnya. mengalihkan otaknya yang sibuk berpikir. membuat Helena menghela nafas, bertanya dalam hati.

mengapa hidupnya menjadi begini sulit?

***

"Apakah ada sesuatu yang terjadi?" Joanna muncul dikamarnya yang ditempati helena dan Arthur untuk bertengkar beberapa menit yang lalu.

Arthur meninggalkannya dan pergi ke dapur, mengambilkan air untuk Helena. situasi ini dimanfaatkan Joanna untuk mengintrogasi sahabatnya.

"Maksudmu?" tanya Helena bangkit dari tepi tempat tidur dengan wajah tak berdosa.

"Maksudku, pernikahan ini." sahut Joanna.

"Aku tidak mengerti."

"Oh, ayolah Helena. Pernikahan ini terlalu mendadak dan kalian berdua seperti menyembunyikan sesuatu."

"..."

"Aku mengenal kalian berdua dengan baik untuk tahu ada yang mengganjal dari pernikahan ini. Jelaskan padaku alasan sebenarnya Helena..."

Helena bisa merasakan kedua telapak tangannya berkeringat. Dia menepis keraguan dalam hatinya dengan Berusaha menunjukkan sikap santai didepan Joanna.

"Kau tahu, Sebenarnya aku dan Arthur telah lama berhubungan hanya kami tidak ingin kalian tahu sehingga tidak ada rasa canggung. Arthur merasa inilah waktu yang tepat untuk memberitahukan kepada kalian."

"Di hari pernikahan?"

Helena mengangguk dengan kelewat semangat. berharap Arthur cepat datang dan menyelamatkannya dari introgasi Joanna yang dia tahu tak akan sanggup dijalaninya lebih lama.

"Kenapa kau berubah pikiran? kau selalu mengatakan padaku kalau sebuah ikatan dalam hubungan adalah hal terakhir dalam list hidupmu."

"Joanna, kumohon jangan berspekulasi yang aneh aneh. aku menikahi Arthur karna aku iri padamu dan mereka yang memiliki keluarga.

ya, menikah adalah list terakhir yang kuinginkan dalam hidupku tapi tanpa keluarga rasanya apapun yang kugapai tak berarti karna tak ada yang ikut bahagia dalam kebahagiaanku, tak ada yang menyemangati saat aku terpuruk dan tak ada tempat untuk berbagi cerita. aku sadar yang kubutuhkan adalah keluarga. apakah itu salah? apakah menurutmu aku tidak pantas memiliki keluarga?"

Joanna langsung memeluk tubuh Helena yang bergetar. "maafkan aku Helena, aku tidak bermaksud untuk melukai hatimu."

Akulah yang seharusnya minta maaf.

"Aku hanya tidak habis pikir, bagaimana bisa kalian menikah begitu terburu buru tanpa pemberitahuan pada kami sebelumnya. kami adalah keluargamu, Helena. sebelum maupun sesudah kau menikah dengan Artie." ucap Joanna sambil mengusap usap lengan Helena. Mencoba meredakan kegetiran yang dirasakan sahabatnya.

"Arthur memintaku ikut ke Spanyol sebagai istrinya. dia tidak ingin meninggalkanku sendirian disini."

Joanna menghela nafas menerima alasan yang diberikan Helena. pamannya itu memang sering berpergian keluar negeri untuk pekerjaan.

"Aku bersyukur pamanku memilihmu. dia selalu bekerja tiada henti. dengan adanya dirimu paling tidak ada yang mengawasi dan menjaganya. dan aku juga bersyukur kau memilih pamanku, dia akan selalu melindungi dan menjagamu. Kalian berdua sangat beruntung." Joanna tersenyum lebar kepada Helena yang hanya tersenyum miris.

Semoga keberuntungan membawa kami ke arah yang benar.

Helena mencoba mengontrol emosinya. berbohong adalah satu dari sekian banyak hal yang dibencinya. membuatnya ingin menjambak rambutnya karna frustrasi merangkai kata kata untuk menyakinkan lawan bicaranya.

"Hai,"

Arthur masuk dengan segelas air di tangannya. pandangannya hanya tertuju pada Helena. Helena bisa melihat permintaan maaf yang tak terucapkan dari mata Artie.

Arthur dari tadi berdiri dibalik pintu, mendengarkan semua obrolan Mereka, mendengarkan kebohongan Helena yang malah membuat hati Arthur pilu.

tak ada sedikitpun niat di hati Arthur untuk menyakiti wanita didepannya. dia hanya tak menyangka wanita angkuh itu kini menjadi begitu rapuh. kedua bola matanya yang menatap Arthur tampak letih dan meminta sokongan.

"Minumlah."

Arthur memberikan segelas air pada Helena. tangannya menangkup pipi Helena. menyalurkan kehangatan di pipi Helena yang berkeringat dingin. Arthur mengambil gelas yang sudah tandas dari tangan Helena. Kemudian menyandarkan kepala Helena ke dadanya. Helena dan Joanna terkesiap.

Pulih dari keterkejutannya, Helenapun membalas pelukan Arthur. Semakin membenamkan kepalanya kedada Arthur. aroma maskulin Arthur menenangkannya.

Kali ini saja. aku membutuhkan ini. Helena mencoba menenangkan pikirannya.

"Baiklah, aku akan keluar. selamat untuk pernikahan kalian." Joanna tersenyum kecil kepada mereka berdua kemudian keluar dari kamar. "aku membutuhkan suamiku." gumam Joanna saat menutup pintu.

Arthur semakin kuat memeluk tubuh Helena. bibirnya bersandar dipuncak kepala Helena.

"Maafkan aku." bisik Arthur dan Helena dapat mendengarnya.

****

Helena tampak gugup duduk diatas kursi pesawat. ini pertama kalinya dia pergi jauh dari kampung halaman. Jauh dari rumah.

Arthur yang baru kembali dari toilet melihat pria yang duduk disamping Helena. memperhatikan istrinya dengan tatapan mesum.

Padahal Helena hanya memakai T-Shirt longgar dengan kerah leher berbentuk V dibalut cardigan berwarna cokelat. wajah cantiknya dengan less makeup menatap kearah kaca pesawat. memperlihatkan leher jenjangnya.

Arthur langsung duduk disamping Helena. tangannya menggenggam tangan Helena yang masih tersemat cincin pernikahan darinya. memamerkannya kepada pria disamping mereka yang kini mengalihkan pandangan, membuat Arthur menyeringai puas.

"Ada apa?" tanya Helena saat Arthur menyentuhnya.

"Tidak ada. aku mengira kau membutuhkan ini." Arthur mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam. "kita akan pulang secepatnya. aku janji."

Helena tersenyum kecil pada Arthur. Arthur mengencangkan genggamannya berusaha menyemangati Helena.

"Terimakasih." Ujar Arthur.

"Untuk apa?"

"Karna kau mau menikah denganku."

"Seharusnya aku yang berterima kasih. Bukankah aku yang menginginkannya."

"Well, itu betul. tapi setelah kata kata keji yang kulontarkan?" Arthur menaikkan kedua bahunya. Helena bisa melihat mata hijau Arthur dari balik kacamatanya memandang lurus kearahnya.

"Aku sangat berterima kasih kau masih mau menerimaku."

Arthur membawa punggung tangan Helena kebibirnya. mengecup kulitnya yang bergelenyar mengirimkan sinyal keseluruh tubuhnya terutama pada payudaranya yang kini terasa membengkak dan sensitif.

"Istirahatlah, kau membutuhkannya setelah masalah emosional ini." Arthur menyeringai.

Helena menuruti Arthur dan merebahkan punggungnya. mencoba menutup mata dan menghilangkan rasa rasa aneh dihatinya saat melihat seringaian Arthur.

****

Setelah beberapa jam. mereka akhirnya sampai di Barajas Airport, Madrid. Helena duduk di kursi tunggu, menunggu Arthur yang masih sibuk dengan visa mereka.

Dia terpukau dengan arsitektur bandara yang di dominasi warna kuning. Pylons* yang berwarna warni membentuk atap bergelombang dengan lapisan bambu yang saling mendukung.

Kekaguman Helena terputus saat seseorang disampingnya mengajaknya mengobrol dengan bahasa Spanyol. Helena mengernyit sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan laki laki itu.

"Helena!" panggil Arthur. Arthur mendekati Helena dan langsung menarik tangannya. Tangan Arthur yang lain menggeret koper Helena. menjauhi pria tua yang mendekati Helena.

Arthur berdecak kesal. melihat istrinya menjadi santapan mata para laki laki. pikirannya berseliweran memikirkan cara mengurung istrinya sehingga tidak akan ada lagi yang memandang kearahnya dengan cara mesum.

"Jangan buru buru Artie? aku memakai High heels." rengek Helena. Arthur semakin berdecak kesal.

"Siapa suruh kau memakai sepatu tinggi. kita bukan mau pergi kepesta."

"Apa masalahmu!" Helena tak mengerti dengan perubahan Arthur. Tadi dia terlihat baik baik saja dan sekarang tak ada angin, hujan maupun badai dia menggerutu kesal pada Helena.

" Masalahnya kita harus mengejar mobil yang menunggu kita sebelum dia meninggalkan kita dengan sepatumu yang menyebalkan itu." sengit Arthur.

"Mereka akan tetap menunggu. itu tugas mereka." balas Helena tak kalah sengit.

"Aku tidak ingin menyusahkan orang lain."

"Tapi kau menyusahkanku."

"Terserah. aku akan jalan duluan." Arthur melepaskan genggamannya dan berjalan mendahului Helena yang melotot marah padanya.

"Pergilah dan tinggalkan saja aku dengan sepatuku disini!" Helena menghentakkan kakinya melihat Arthur yang masih berjalan tak bergeming.

"Ouch.. sakit." ringis Helena menghentikan hentakan kakinya.

****

Helena dengan langkah yang terseok-seok sampai didepan pria bertubuh gempal yang membawa kertas bertuliskan MRS.MORRISON dengan huruf s kecil yang terselip.

Pria itu langsung membawa koper Helena kebelakang mobil mini vannya. Helena menatap kesal pada Arthur yang duduk disudut mobil dengan kepala bersandar kekaca dan matanya terpejam. kedua tangannya melingkar didepan dada.

Helena duduk menjauh dari Arthur. aura kesal masih terpancar dari tubuh mereka berdua membuat si sopir mengernyit melihat sepasang suami istri itu dari balik kaca spion.

Helena mulai kelaparan. perutnya terus mengumandangkan bunyi yang berisik. diliriknya Arthur yang masih memejamkan mata. Helena menggigit bibir bawahnya merasa gengsi untuk bicara duluan pada Arthur.

Tiba tiba Arthur membuka mata dan menggerakkan badannya kedekat kursi supir.

"Puede nosotros al restaurante? esposa hambre*." ucap Arthur dalam bahasa Spanyol.

"sí señor."

Arthur kembali bersandar ke kursinya dan kembali memejamkan mata tak menoleh sedikitpun kearah Helena.

***

Mobil berhenti disebuah bar bernuansa tradisional yang sangat kental di pusat kota madrid, bernama El Neru.

bar tersebut dipenuhi para pelancong yang bersorak melihat para tour guidenya yang mempraktikkan cara menuangkan minuman bernama sidra.

Dimana satu tangan yang memegang botol sidra diangkat setinggi mungkin lalu minuman dituangkan ke gelas yang dipegang tangan lainnya serendah mungkin.

Orang orang kembali bersorak dan tertawa, berbeda dengan kondisi Helena yang hanya duduk canggung didalam restoran dimana Arthur yang duduk didepannya sibuk melihat menu makanan.

Helena tersenyum kecil pada pelayan yang memperkenalkan makanan dengan bahasa Spanyol pada mereka. tampak Arthur mengangguk anggukkan kepalanya.

"su orden, señora?*"

Helena terperangah, tak mengerti sedikitpun yang dikatakan si pelayan.

"Kau ingin memesan apa?" tanya Arthur pada Helena. Helena memajukan tubuhnya kemudian menutup wajahnya dari si pelayan dan berbisik pada Arthur.

"Aku sama sekali tidak mengerti isi menunya. katakan padanya aku meminta apapun yang mengenyangkan."

Arthur mendesah melihat mata Helena melotot penuh tuntutan. Arthur pun menyerahkan kedua menu pada si pelayan.

"Tortilla de patatas, el pistón y croquetas una de las porciones*."

"señor bien*."

Setelah kepergian si pelayan, Keadaan kembali hening. Helena mencoba mencari kesibukan dengan membolak balikan kain serbet yang ada didepannya. merasa gusar akibat tatapan Arthur.

"Apa?!" ketus Helena tidak tahan.

"Tidak ada." Arthur menaikkan kedua bahunya.

"Kalau begitu, Kenapa kau terus melihatku?"

"Hanya mencari perubahan dari dirimu. aku dengar saat hamil, perut wanita akan membesar."

"Ya. tapi belum untukku. itu akan terjadi saat kehamilan berusia kurang lebih 8 Minggu tergantung perutnya tebal apa tipis."

"Dan kehamilanmu?"

"Baru masuk Minggu kelima."

Bibir Arthur membentuk huruf o tanda mengerti. matanya masih melihat kearah perut Helena.

"Bolehkah aku menyentuhnya?"

Sebelum Helena akan memprotes Arthur sudah menggeser kursinya kesamping Helena. tangannya menyelusup masuk kedalam tshirt Helena.

Merebahkan jari jarinya ke perut Helena. mendadak seluruh tubuh Helena kaku merasakan sentuhan Arthur.

"Kenapa aku tidak merasakan apa apa."

"Belum waktunya Artie." ucap Helena jengkel. Arthur menengadahkan kepalanya menatap mata Helena.

Mereka berdua hanya terdiam saling memandang. Jantung Helena berdetak tidak karuan, mengantisipasi ciuman dari Arthur.

Suasana yang terbangun berubah menjadi ledakan tawa saat perut Helena kembali berbunyi dengan suara nyaring. Arthur tertawa hingga terpingkal Pingkal membuat Helena cemberut.

Kedua pipinya memerah malu karna mengharapkan ciuman dari Arthur dan suara perutnya yang tidak memiliki rem.

"Aquí está su pedido. por favor*."

Si pelayan datang membawa beberapa porsi makanan dan minuman kemudian meninggalkan mereka berdua.

Arthur mengelap air matanya yang keluar akibat tertawa kemudian mengelus lembut pipi merah Helena.

"Makanlah sebelum bayi kita kembali menghentakkan drumnya."

***

*Pylons : tiang baja berukuran besar.

*Puede nosotros al restaurante? esposa Hambre : bisa berhenti didepan restoran? istriku lapar.

*sí señor : iya tuan

*su orden, señora? : pesanan Anda, nyonya?

*Aquí está su pedido. por favor: ini pesanan Anda tuan, silakan.

*Tortilla de patatas, el pistón y croquetas una de las porciones : satu porsi tortilla, pistol dan croquetas.

*señor bien : baik tuan.

NB: ini semua diterjemahkan oleh mbah Google kalau ada salah kata salahkan mbah googlenya jangan saya

Wkakaka

_______\\__________________