Mari kita berhubungan sex."
****
Arthur beberapa kali tersenyum sendiri saat melihat helena yang begitu antusias mengeliling kota madrid. Matanya dua kali lipat lebih besar dari biasanya saat melihat toko toko makanan.
Yap. Hari ini hari senin yang begitu cerah. Arthur memutuskan memanfaatkan izin sakitnya untuk membawa istrinya berjalan jalan. Sudah hampir tiga minggu tapi helena belum pernah sedikitpun menginjakkan kaki kepusat kota madrid.
Walaupun helena tampak seperti wanita yang berani dan kuat ternyata ia bisa jadi penakut juga. Tangannya tak pernah lepas menggandeng tangan arthur. Bukan karna permintaan arthur tapi karna permintaannya sendiri.
"Aku takut kau tersesat." Alasan helena saat menggenggam tangan arthur yang meliriknya heran. Helena membuang muka saat arthur menatapnya intens.
Arthur tahu betul bahwa sebenarnya helena takut berada dikerumunan asing. Saat beberapa orang menyenggolnya karna jalan begitu ramai, ia semakin merapatkan tubuhnya ke arthur.
Apakah arthur mengeluh?
Tentu saja tidak. Dia lebih dari menyukai sentuhan kulit seperti ini. Bahkan dia lebih memilih mengaitkan jari jari mereka ketimbang hanya bergandeng tangan, dan dengan bangga memamerkan cincin perkawinan mereka kepada pria yang sibuk mengamati istrinya.
Arthur beberapa kali mendelik kesal pada pria yang mengomentari istrinya. Walalupun helena tidak mengerti tapi ia mengerti. Mereka membicarakan tubuh istrinya yang sekarang semakin berisi dibagian yang memang sudah berisi sebelumnya.
Jangankan tangan pria lain, tangannya sendiri sudah gatal ingin meremas tubuh istrinya. Setiap hawa nafsu muncul, arthur selalu berusaha berpikir mengenai hal lain. Undang-undang, pasal dan isi kontrak yang akan ditanda tangani helena.
"Sebentar lagi..." bisik arthur pada dirinya sendiri.
"Apa?" Tanya helena. Menatap arthur yang sibuk menggelengkan kepalanya.
"Hmm... taman.. ya, taman. Sebentar lagi kita sampai disana." Ujar arthur kelabakan menunjuk nunjuk kearah taman yang kini sudah terlihat.
Helena menyipit menatap arthur yang kini membuang muka dan sibuk berlagak menjadi tour guide. Matanya teralih saat melihat penjual ice cream didepan gerbang taman.
Arthur yang tidak sadar terus saja berjalan kemudian terhenti karna tarikan helena.
"Kenapa?" Tanya arthur heran melihat helena terdiam. Tiba tiba helena merapatkan tubuhnya ke arthur. Wajahnya terangkat menatap arthur.
Arthur beberapa kali mengedipkan matanya saat melihat puppy eyes helena. Jakunnya naik turun saat merasakan tubuh helena yang semakin rapat.
"Ap..apa?" Tanya arthur kelabakan.
"Ice cream. Aku mau itu." Bisik helena sembari menunjuk kearah sipenjual ice cream.
Arthur menghembuskan nafasnya. "Kau ingin rasa apa?"
"Coklat. Ah, tidak..tidak. vanila." Ucap helena. Arthur pun bergegas membeli ice cream kemudian kembali pada helena yang menunggunya.
"Ini." Arthur menyodorkan ice cream vanila ke helena yang mengernyit.
"Sebenarnya aku lebih suka rasa strawberry." Keluh helena.
"Terus ini bagaimana?" Tanya arthur mulai kesal.
"Untukmu saja. Aku tidak mau." Jawab helena acuh.
"Kau..."
"Artie... aku mau yang strawberry..." pinta helena kembali menggandeng lengan arthur. "Aku mau yang seperti itu artie." Pinta helena dengan suara manja, menunjuk seorang anak yang memegang ice cream strawberry.
Arthur hanya bisa membuang nafas dan kembali membeli ice cream untuk helena. Setelah itu mereka kembali berjalan kedalam taman. Helena berlari kecil menuju kolam. Arthur memilih duduk dikursi taman yang tidak jauh dari tepi kolam.
Tempat yang dipilihnya lumayan nyaman. Pohon pohon membuat taman itu menjadi rindang. Arthur duduk menghabiskan ice cream vanilanya. Mengamati helena yang bermain seperti anak kecil. Dia terkikik saat berlari menuju arthur.
"Ah... madrid sungguh indah." Ucapnya sembari duduk disebelah arthur. Ice creamnya mulai meleleh ditangan helena.
"Helena, Ice cream mu..." ujar arthur. Helena hanya bengong menatapnya. Sembari berdecak arthur dengan cepat menjilat ice cream helena yang akan semakin meleleh.
Helena terbelalak, jantungnya berdegup kencang menatap tingkah arthur. Lidahnya tanpa sengaja menyentuh pinggiran jari helena. Membuat tubuh helena seketika panas dingin.
"Jangan sampai meleleh lagi." Ucap arthur. Kembali menegakkan tubuhnya tak menyadari pipi helena yang bersemu.
Mata helena terus menatap bibir arthur yang sibuk menghabiskan ice cream vanilanya. entah kenapa gairah mulai menguasainya. Helena menjilat bibirnya sendiri.
"apa rasa vanila enak?" Tanya helena.
" hmm.. lumayan manis." Jawab arthur. "Kau mau coba?" Tanyanya saat melihat helena yang menggigit bibirnya.
Helena mengangguk. "Tolong..." pinta helena menyodorkan ice creamnya untuk arthur pegang. Arthur mengambilnya kemudian menyodorkan ice crem vanilanya pada helena.
"Aku lebih memilih yang ini."
Kini arthur yang terkejut saat kedua tangan helena menangkup pipinya. Kemudian menciumnya. Lidah helena mengelus bibir arthur kemudian masuk merasai lidahnya.
Arthur hanya bisa terdiam saat ciuman helena semakin intens. Dia ingin membalas ciuman helena, menahan tubuh helena dan meneguk bibirnya habis habisan. Tapi kedua tangannya kini sibuk menjauhkan dua ice cream yang meleh dari tubuh helena.
Helana menggigit bibir bawah arthur saat mengakhiri ciumannya. "Hmmm.. vanila. Rasanya manis." Ucap helena sambil menjilat bibirnya sendiri, itu membuat gairah arthur semakin berkobar.
"Aku sudah tidak mau lagi artie."
"Apa?!"
"Kau yang habiskan semuanya. Jangan dibuang." Sahut helena.
gairah arthur seketika menghilang berganti dengan kekesalan. Dia menghabiskan dua ice cream sambil berdecak sedangkan helena hanya terkikik melihat eksperesi arthur.
***
Arthur kembali menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Helena kini tertidur disampingnya. Kepalanya bersandar di bahu kanan arthur. Kedua tangannya memeluk erat lengan arthur.
Arthur bukan mengeluh karna helena tertidur dibangku taman dan menjadikannya sebagai sandaran selama setengah jam. Yang dikeluhkannya adalah gairahnya yang belum tersalurkan.
Helena terus menggoda imannya sedari tadi. Yang menciumnya, menjilat bekas ice cream dijarinya, merapatkan tubuhnya dan kini lengan arthur berada di payudaranya. Kulit Arthur bisa merasakan kekenyalannya dan mulai membayangkan hal hal yang tidak pantas.
Tingkah helena membuatnya semakin frustrasi. Dia hanya berharap logikanya tidak kabur saat melawan keseksian helena sebelum mereka sampai rumah.
Setelah helena menanda tangani kontrak pernikahan mereka yang baru....
Dia akan melakukan ini dan itu...
Kemudian helena akan seperti ini seperti itu...
Olala...
Arthur terkikik dengan pemikiran cabulnya sendiri. Gerakannya membuat helena terbangun dari tidurnya. Ia mulai menggosok matanya.
"maaf, membangunkanmu."
"Kenapa kau berkeringat?" Tanya helena. "Pipimu merah, apa kau demam lagi?" Helena menyandarkan tangannya dipipi arthur, merasakan suhu badan arthur.
Arthur menggengam tangan helena kemudian mengecup tangannya. "Aku baik baik saja. Sebaiknya kita pulang sekarang."
"Tapi, Aku lapar."
"kalau begitu kita makan dulu, kemudian pulang."
"Kenapa terburu buru? Hari masih panjang." Ujar helena.
Arthur dengan cepat memutar otaknya mencari alasan."Hmm. Aku rasa cuacanya sedang tidak baik untuk kiddo." Jawab arthur.
"Bukankah cuacanya cerah? Dan tempat ini begitu nyaman." Helena tersenyum memandang pemandangan taman kota.
Arthur kembali mencari alasan. "yah, tapi menurut prakiraan cuaca, hari ini akan turun hujan. Aku tidak ingin kita pulang dalam keadaan kebasahan." Bujuk arthur.
Helena memikirkan perkataan arthur. "Baiklah, kita pulang." Jawab helena mengiyakan yang disambut arthur dengan cengiran puas.
***
Jarum panjang pada jam dinding mereka seakan berjalan dengan lambat. Keheningan diantara mereka membuat arthur bahkan sulit mengambil nafas.
Matanya berkali kali mencuri pandang ke helena yang terdiam didepannya. Matanya sedang sibuk membaca dokumen sedangkan mulutnya berkomat kamit tanpa mengeluarkan suara. mencoba memahami kata perkata.
Jakun arthur kembali naik turun melihat gaun tidur helena yang begitu tipis berwarna krem. Kedua kakinya menyilang memperlihatkan begitu banyak kulit.
Helena menaruh kembali dokumen keatas meja yang berada diantara mereka. Mata helena kini menatap matanya. Arthur menyandarkan punggungnya di sofa. Berlagak acuh tak acuh.
"Bolehkah aku meluruskan beberapa hal dalam dokumen ini? Karna ada beberapa point yang sama sekali tidak aku mengerti."
"Silahkan." Jawab arthur. Helena menaikkan alisnya melihat tingkah arogan arthur.
"Pertama, kau menyatakan pernikahan ini berlangsung selama kedua belah pihak inginkan."
Athur mengangguk. "Kita akan bercerai saat aku atau kau memutuskan untuk berpisah. Dan perpisahan akan berlangsung secara baik baik."
"Okay..." jawab helena.
"Kedua, semua kebutuhan anak adalah urusan kepala keluarga, baik saat masih menikah ataupun sudah bercerai."
"Yah, itu tidak akan pernah berubah."
"Ketiga..." helena kembali menatap arthur. Arthur berusaha untuk tidak gelisah. "Dalam pernikahan kita diperbolehkan saling memanfaatkan selama kedua belah pihak setuju."
"Yap..." jawab arthur. Menatap tangannya yang tiba tiba tampak menarik.
"Aku sama sekali tidak mengerti poin ini. Memanfaatkan yang seperti apa sebenarnya?" Tanya helena curiga.
"Ehm.. seperti saat kau membutuhkan sesuatu dariku, dan aku setuju memberikannya dengan syarat ini tidak akan menjadi masalah saat kita bercerai nanti. Begitu juga padaku, saat aku membutuhkanmu kau...."
"Apa persisnya yang kau butuhkan dariku?"
Suara helena mengalun, tubuhnya dengan santai menyandar pada sofa dengan sengaja menggerakkan kakinya kemudian tangannya menyilang di depan dadanya. Arthur bisa melihat payudara helena tercetak jelas pada gaun tipisnya.
"Sesuatu... hmm.. kesenangan contohnya..." jawab arthur dengan nada yan terputus putus.
"Kesenangan?"
"Yah, kau tahu kita... saling memberikan kesenangan, dimana bukan hanya aku yang puas tapi kau juga..."
"Ah.... aku mengerti sekarang." Helena tersenyum kepada arthur, membuat arthur sedikit lega.
"Mari kita berhubungan sex."
Arthur terkejut ajakan helena. Tak menyangka ternyata proposal yang diajukannya dapat diterima dengan mudah.
"Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal itu?" Suara riang helena dengan cepat berubah menjadi menyeramkan.
"Aku tidak akan pernah mau tidur apalagi berhubungan badan denganmu selama kau masih menawariku hal hal konyol seperti ini." Helena mengambil dokumen dan langsung menyobeknya didepan arthur.
"Apa yang kau perbuat!" Teriak arthur mengemasi serpihan serpihan kertas yang berceceran.
"Aku melakukan hal yang sepatutnya kulakukan. Aku bukanlah gadis bodoh seperti yang kau anggap. Menandatangani dokumen kemudian menyerahkan tubuhku dengan sukarela."
"Hey! Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu!"
"Yang kau lakukan membuktikan kau memang berpikir seperti itu tentang aku! Kalau kau menginginkanku, perjuangkan diriku, hargai aku sebagai wanita, brengsek." Helena mendorong arthur yang mencoba mendekatinya.
"Itu yang kulakukan! Aku menghargai mu sebagai wanita, kalau tidak aku tidak akan mungkin menawarimu kontrak ini! Kalau aku tidak memperjuangkan dirimu mungkin sekarang aku sudah merobek gaun tipis yang kau pakai! Mencium bibirmu hingga bengkak, Menikmati seluruh tubuhmu sampai aku puas tanpa mempedulikan kau bersedia atau tidak! Paham?!" Arthur menghentakkan lengan helena, kemudian kembali memungut seprihan kertas yang masih berserakan.
Helena berusaha menahan air matanya dan berlari ke kamar tidur, meninggalkan arthur yang masih dikuasai amarah.
Arthur mengerang saat mendengar pintu dibanting. Mengumpat berkali kali pada kertas yang berceceran...
****
Hampir seminggu arthur dan helena saling diam. Mereka berdua bahkan berusaha saling menghindar, sama sekali tidak ingin berada dalam ruangan yang sama.
Arthur berkeras kalau apa yang dilakukannya tidak salah. Kontrak yang diajukannya sama sekali tidak ada kesalahan, itu semuanya dilakukannya karna menghargai helena. Yang notabene adalah istri sementara dan ibu yang mengandung anaknya. Kalau dia tidak menghargai helena, dia akan memintanya memuaskan arthur siang malam tanpa henti. Mau tidak mau karna dia istrinya meski hanya untuk sementara.
Arthur dengan keras kepala bahkan rela tidur disofa selama seminggu ini. Tidak ingin bersinggungan dengan helena sampai ia yang berbicara pada arthur. Sebagai pihak yang tidak bersalah, arthur tidak sudi untuk meminta maaf duluan.
Sedangkan helena yang juga merasa benar berusaha mempertahankan harga dirinya. Merasa terinjak injak oleh kontrak arthur helena sengaja membalas dendam dengan tidak mengurus kebutuhan arthur selama seminggu ini.
Mengurung diri didalam kamar sampai arthur berangkat kerja. Kemudian ia menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Mencuci pakaiannya dan meninggalkan pakaian arthur. Saat arthur akan kembali pulang, ia bergegas kembali kekamar dengan segala macam makanan.
Demi mempertahankan harga dirinya, helena bahkan rela terjaga semalam. Tubuhnya yang letih selama ini tidak bisa di istirahatkan karna ia terbiasa tidur dalam pelukan arthur (lebih tepatnya sih helena yang membelit arthur).
Kini dirinya harus berusaha tidur sendiri lagi tanpa kehangatan dan kenyaman yang diberikan seseorang disisi lain tempat tidurnya.
Perang dingin ini membuat helena semakin lelah, kini ia lebih suka melamun melihat kesibukan kota dari jendela kamarnya. Ia mulai merindukan apartemennya, pemandangan dapur cafenya, bercengkrama dengan pelanggan serta bercerita mengenai hal pribadi dengan sahabatnya, joanna.
Tak terasa sudah sebulan lebih ia berada jauh dari kampung halamannya. Selama berada di spanyol ia mengalami fluktuasi emosi yang naik turun. Dari suka hingga duka dari marah ke sedih dari gairah menjadi dingin.
Helena membuang nafas.
Helena mulai tersadar bahwa ia tidak pernah merindukan kampung halamannya sama sekali sebelum perang dingin ini terjadi.
Begitu banyak yang dikerjakan dan dipikirkannya. Menyiapkan sarapan untuk arthur, memilih setelan untuk arthur pakai, menulis jurnal kehamilannya, menata apartemen, membalas pesan pesan arthur yang aneh dan tidak jelas kemudian menerima panggilan telepon darinya yang membuat helena selalu tersenyum tanpa ia sadari, Memikirkan mengenai makan malam yang akan disukai artur, dan memeluk arthur saat tidur.
Itu semua terus berulang dan tidak pernah membosankan.
Helena melenguh, mulai merasa janggal dengan kebiasaan barunya yang berpusat disekitar arthur. Kalau ini terus dibiarkan, ia yakin ini semua akan menjadi kelemahannya dan saat perpisahan akan menjadi hal terberat dalam hidupnya.
Helena kembali membuang nafas, dia harus memilih.
****
Arthur melepaskan jas dan dasinya, menjatuhkan mereka kesofa. Matanya tak pernah berhenti menatap pintu kamarnya yang tertutup rapat.
Ia terduduk di lengan sofa, mengacak acak rambutnya dengan kasar. Tak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan perang dingin antara ia dan helena.
Ia ingin berbicara dengan helena tapi egonya begitu besar. Arthur nenghembuskan nafasnya. Kepalanya tertekuk lesu.
Kenapa dengan helena begitu sulit? Mengapa menjadi begitu runyam?
Kepala arthur spontan kembali menengadah saat mendengar pintu berderit ketika terbuka.
Sosok helena muncul tampak canggung. Arthur menatap helena lekat. Ada sesuatu yang membuncah di perut dan dadanya ketika melihat sosok helena untuk pertama kali setelah seminggu mereka tidak bertemu.
Tangannya tiba tiba terasa gatal, ingin bergerak menyentuh wajah dan perut helena.
Helena sendiri juga merasakan yang sama ingin rasanya ia berlari kearah arthur dan memeluknya erat. Tapi kakinya seperti dirantai dan tidak bergerak sedikitpun.
Helena berdeham, merasa risih akibat tatapan arthur yang tidak berhenti menatap wajahnya dan atmosfer disekitar mereka yang mulai terasa panas bukan karna amarah tapi karna gairah.
"Aku ingin berbicara denganmu..." ucap helena lebih dulu. Suaranya entah kenapa bergetar membuatnya semakin canggung.
Arthur kembali menghela nafas. "Aku juga ingin berbicara denganmu."
Helena membalas tatapan arthur. "Kalau begitu kau duluan..." pintanya.
"Aku memintamu untuk menemaniku di acara pesta perusahaan." Ucap arthur sembari menegakkan tubuhnya.
"Pesta perusahaan?" Tanya helena.
"Sebenarnya acara salah satu relasi perusahaan yang sekarang sedang kutangani. Aku tidak ingin pergi tapi karna beberapa situasi aku terpaksa mengiyakan ajakan mereka untuk datang."
Helena terdiam. Kepalanya sibuk berspekulasi.
" ini karna paksaan rachel yang memintaku untuk datang dan membawamu." Ucap arthur dengan helaan nafas tak menyadari tubuh helena yang menjadi kaku saat mendengar nama rachel disebut.
"Jadi kau terpaksa membawaku..." bisik helena.
"Apa?" Tanya arthur yang tidak bisa mendengar bisikan helena.
"Aku akan pergi." Jawab helena menengadahkan wajahnya dengan congkak. "Dengan satu syarat."
"Syarat?"
Helena mengangguk. " aku ingin pulang, kembali ke tanah airku."
Arthur seketika terkejut dengan permintaan helena. Ia ingin memprotes tapi wajah keras helena nenunjukkan 'tidak ingin menerima penolakan'.
Merasa harus mengalah kali ini, arthurpun mengangguk. "Baiklah, kita akan pulang." Janji arthur.
***
"Helena, kau sudah siap?" Teriak arthur yang sibuk melihat jam tangannya.
Ia berdecak melihat 40 menit keterlambatan mereka dari janji. Rachel sudah sibuk menanyakan keberadaannya.
"Helena..." teriakan arthur teredam saat melihat sosok helena yang keluar dari kamar.
Helena tampak begitu luar biasa. Rambut hitam lurusnya dibuat bergelombang. Terurai cantik di salah satu bahunya. Kulit coklatnya tampak bersinar dalam balutan gaun tanpa lengan yang sopan berwarna merah pekat.
Bagian matanya dibubuhi make up smoky eyes dan bibir penuhnya diwarnai senada dengan gaunnya.
Arthur tak puas puasnya memandang helena sampai helena mendekat meminta mantelnya pada arthur.
Arthur dengan sigap menyampirkan mantel helena kepunggungnya. Padangannya terhenti saat melihat punggung mulus helena terpampang.
"Gaun aneh apa ini?!" Teriak arthur. "Ganti. Aku sama sekali tidak menyukai gaun ini."
Helena memutar bola matanya. "Jangan kolot. Gaun ini sama sekali tidak ada masalah."
"Tapi..."
"Apa kau ingin kita semakin terlambat?" Decak helena sembari memakai mantelnya membiarkan arthur yang uring uringan sendiri.
Arthur berusaha menahan amarahnya yang menggelegak. Berjanji akan menutupi punggung istrinya dari tatapan liar pria pria tua di pesta nanti.
(Ckck si om nggak sadar kalau yang lebih berbahaya buat helena itu si om sendiri)
***
"Ingat, jangan jauh jauh dariku. Jangan makan sembarangan, jangan terima minuman yang ada alkoholnya, jangan..."
"Berhenti mengoceh nerd. Aku bukan anak kecil."
"Aku hanya memperingati mu..."
"Kita akan menghadiri pesta bukan mengantarkanku ketaman kanak kanak." Sengit helena yang berjalan disamping arthur. Lengan mereka saling mengapit seperti pasangan lainnya.
"Aku lebih senang membawamu kesana daripada pesta bodoh ini." Jawab arthur sembari menatap gelisah punggung helena yang terbuka, yang dibalas helena dengan memutar bola matanya keatas.
Arthur bisa menjadi orang yang sangat protektif untuk hal hal yang sebenarnya tidak perlu di urusi, pikir helena.
"Ah, itu mereka." Arthur dengan sigap membawa helena melewati kerumunan tamu lainnya.
Ia terus berdecak ketika mendengar beberapa siulan yang diarahkan untuk istrinya.
Semakin cepat ia bertemu dengan temannya, semakin cepat ia membawa helena menjauh dari tempat terkutuk ini.
"Arthur..." terdengar suara indah mengalun memanggil namanya.
Kali ini giliran helena yang berdecak kesal mendengar rachel memanggil suaminya dengan nada menggoda, begitu juga penampilannya.
Rachel begitu menawan. Rambutnya disanggul keatas memperlihatkan bentuk leher dan bahunya. Gaun tanpa lengan dengan warna hijau toska membalut kulit putihnya.
Ia semakin kesal melihat wajah senyum arthur saat membalas sapaannya.
"Hai, arthur." Beberapa pria yang berdiri mengelilingi rachel ikut menyapanya.
"Siapa bidadari cantik ini?" Tanya salah satu temannya.
"Dimana kau menculiknya?" Tanya temannya yang lain.
Terdengar kekehan dari pria yang berdiri disamping rachel. "Guys, seharusnya kalian menanyakan mengapa wanita cantik ini mau bersama makhluk tidak waras seperti arthur?"
Ia mendekat. Menjulurkan tangannya untuk menyapa helena. Helenapun menyambutnya.
"Dr. Geo." Sapa helena ramah. Dr. Geo adalah dokter yang datang memeriksa arthur saat ia sakit dan dokter yang memeriksa kandungannya.
"Helena." Dr. Geo mencium punggung tangan helena dengan sikap seorang pria sejati. Membuat helena merasa tersanjung.
" sudah sudah. Kau tidak perlu berlama memegang tangannya." Protes arthur sembari menjauhkan dr. Geo dari helena.
Terdengar tawa dari yang lainnya. "Perkenalkan kami padanya, artie." Pinta yang lain.
"Helena, perkenalkan yang disampingmu namanya alvin, frans, steven kemudian geovany dan rachel." Tunjuk arthur singkat.
"Guys, ini istriku. Jadi jangan menatapnya seperti dia santapan makan malam." Protes arthur.
"Ups, aku tidak tahu kau sudah menikah. Ada apa dengan motto membujang seumur hidup?" Tanya pria bernama steven yang berperawakan tinggi. Ia mengecup punggung tangan helena saat memperkenalkan dirinya sendiri. "Senang bertemu dengan wanita cantik sepertimu helena."
Helena membalas senyuman steven. senang dengan kejujuran teman teman arthur.
"Aku rasa wanita sexy ini sudah mematahkan kutukan artie. Siapa yang mau membujang kalau ada wanita sesexy ini." Alvin yang berpenampilan sedikit berantakan menyambut tangan helena dan menciumnya.
"Senang akhirnya arthur berada di jalur yang benar. Aku pernah berpikir ia adalah seorang gay." Frans mengedipkan sebelah matanya pada helena. Arthur tampak jengah dengan pendapat teman temannya. Apalagi mendengar tawa girang dr. Geo saat mendengar kalimat frans.
"Sudah cukup, guys. Kalian tidak perlu memberikan doktrin negatif mengenai arthur pada istrinya. Aku yakin ia sudah menemukan banyak kekurangan arthur." Lerai rachel. Wanita itu menunjukkan senyum keibuan pada helena yang membuat helena mulai kesal. "Senang bertemu dengan mu lagi helena."
Helena dengan setengah hati menerima uluran tangan rachel. "Senang bertemu denganmu juga, rachel."
Tidak ada yang sadar dengan raut wajah tidak senang helena saat menerima uluran tangan rachel, kecuali dr. Geovany yang terkekeh.
***
Helena sibuk memilih cemilan untuk diberikannya pada arthur. Pria itu belum ada makan sama sekali malam ini.
Helena memilih beberapa makanan yang mengenyangkan kemudian membawanya pada arthur.
"Jangan makan itu arthur!" Oceh rachel saat arthur mulai mengambil makanan di piring rachel. "Kau alergi kacang, ingat?" Ucapnya.
Helena yang berada agak jauh dari mereka, Berhenti dan memandang isi piringnya. Penuh dengan segala macam kue yang ada kacangnya.
Helena mulai bersungut sungut saat mengembalikan makanannya. Ia yang menyandang gelar istri arthur tapi ia tidak mengenal arthur sedikitpun. Sedangkan nenek sihir itu tahu semuanya bahkan alergi arthur.
Mungkin ia juga tahu merek celana dalam yang dipakai arthur sekarang. Ucap batin helena yang semakin kesal dengan kehadiran rachel disekitar arthur.
Helena terkejut saat piringnya yang masih penuh dengan makanan diambil. helena melihat dr. Geo yang sumeringah memandangnya.
"Terima kasih. Kau tahu, Aku sangat menyukai kacang." Ucapnya sembari mengedipkan mata pada helena.
Helena tertawa akan tingkah dokternya. "Kau boleh mengambilnya."
"Hmm.. ini sangat enak. Terimakasih sudah memberikannya padaku." Ujar dr. Geo saat piring sudah tandas dari makanan.
"untuk membalas budi, aku akan berbaik hati melakukan apapun untukmu, nyonya." Ucap dr. Geo sembari bertingkah seperti pelayan.
Helena kembali terkekeh. "Terima kasih tapi aku tidak memerlukan bantuan apapun kali ini."
"Hmm..." dr. Geo tampak seperti sedang berpikir. "Kalau begitu bagaimana kalau aku memberikan satu rahasia." Bisiknya.
"Rahasia?" Sebelah alis helena naik melihat dr. Geo yang menganggukan kepalanya.
"Mereka berdua." Dr. Geovany menunjuk arthur kemudian rachel yang drdang sibuk mengobrol. "Adalah sepasang kekasih sebelum arthur menikahimu."
Helena terdiam. Matanya membesar saat menerima informasi dari dr. Geo yang masih tersenyum padanya.
"Helena!" Arthur melambaikan tangan diseberang sana, memanggilnya. Tapi ia sudah dipenuhi amarah.
Dirinya lebih memilih pergi daripada duduk bersama sepasang lovey dovey. Arthur sendiri malah keheranan melihat helena yang malah pergi menuju balkon.
"Apa ia tidak melihatku melambai padanya?" Tanya arthur bingung.
"Ada apa artie?" Tanya rachel.
"Helena. Ia malah pergi saat aku memanggilnya."
"Mungkin ia tidak dengar." Ucap rachel.
"Aku juga berpikir seperti itu... tapi,"
"Kenapa?"
"ia melihatku kemudian pergi..." arthur tampak seperti berbicara pada dirinya sendiri. Merasa aneh pada sikap helena. " lebih baik aku mencarinya." Ujar arthur sembari berdiri.
***
Helena mengembuskan nafasnya berkali kali. Berusaha meredakan amarahnya.
Apa ini? Hatinya begitu sakit saat mengetahui arthur dan rachel pernah memiliki hubungan. Melihat kedekatan mereka membuat helena merasa tersisih.
Helena mengurut dadanya yang sakit, perasaan ini begitu mengesalkan. Rasa sakit yang tak kasat mata ini begitu susah untuk diredam.
"Helena?"
Helena berbalik saat mendengar namanya dipanggil. Seorang pria berdiri didepannya dengan wajah yang sama tetkejutnya dengan helena.
"Kau helenakan? Helena hugo?"
"Luke?"